KARAWANG-Adanya artefak peninggalan kolonial VOC dan Dinasti Ming, Tiongkok, membuat penasaran ratusan wisatawan dari dalam dan luar Karawang. Pasalnya setiap hari libur tak kurang 100 pengunjung memadati kawasan Pusat Informasi Bahari Tangkolak, di Desa Sukakerta, Cilamaya Wetan untuk menyaksikan langsung artefak bersejarah tersebut.
Sejak dibuka dan diresmikan oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, akhir tahun 2018 silam. Pusat Informasi Bahari Tangkolak banjir pengunjung setiap hari.
Kebanyakan dari mereka datang, untuk berswa foto dikawasan hutan Ekowisata Mangrove Tangkolak dan melihat langsung benda-benda bersejarah dalam galeri Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT).
Baca Juga:Politeknik Kelautan dan Perikanan Karawang Berbasis VokasiPemkab Anggarkan Rp22 Miliar, Segera Bangun Gedung DPRD
Pengelola Pusat Informasi Bahari Tangkolak, Tayanto mengatakan, setiap hari, sedikitnya 60 hingga 100 orang datang ke Desa Sukakerta, Cilamaya Wetan, untuk berwisata.
“Jumlah pengunjung semakin membeludak, saat muslim libur dan akhir pekan,” ujar Tayanto.
Dalam Galeri Pusat Informasi Bahari Tangkolak, kata dia, tersimpan puluhan benda bersejarah peninggalan VOC dan Dinasti Ming, Tiongkok. Mulai dari guci, mangkok, botol minuman hingga bola meriam, tertata rapih dalam galeri tersebut.
“Dibalik penemuan benda-benda bersejarah ini, ada cerita kelam yang tak banyak orang ketahui,” katanya.
Dibalik penemuan kapal VOC dan Tiongkok yang tenggelam di laut Cilamaya. Ada puluhan nyawa nelayan Tangkolak, yang melayang tersulit rasa penasaran mendalam.
Dijelaskan, mereka meninggal, dalam pencariannya berburu harta karun di dalam laut Cilamaya, yang sangat melimpah di dalam kapal VOC dan Tiongkok.
“Benda-benda yang di pajang dalam kaca ini, nilainya sangat mahal. Selain itu, historinya menyeramkan, untuk kami masyarakat nelayan Tangkolak,” ungkapnya.
Baca Juga:Menggalakan “Urban Farming” Untuk Menjaga Ketersediaan PanganTatang Pujiatma Sukses Bisnis Rias Pengantin
Sementara, salah satu pengunjung museum BMKT, Nur Moch Topan mengaku, sangat kagum dengan potensi pariwisata yang ada di Desa Sukakerta.
Selain hutan mangrovenya yang astri dan dihuni ribuan burung bangau putih, pesona lautnya juga berhasil menyihir mata para pengunjung.
“Tidak sia-sia menempuh jalan jauh. Tempat ini memang bagus, meski harus ada pembenahan sana-sini. Seperti, sampah laut yang harus segera diatasi,” imbuhnya.
Pengunjung lain, Devi, mengatakan, berswa foto dengan latar belakang hutang mangrove dan benda bersejarah di museum BMKT, merupakan pilihan yang tepat, untuk menghabiskan waktu berlibur.