“Katanya nggak ada kamar dan sedang dipersiapkan di kamar 3207. Saya cros chek ke ruangan. Ternyata sudah kosong karena memang pada saat sebelum saya nyebut pasien BPJS,” bebernya.
Aseng juga menyampaikan pada dokter jaga tentang hasil laboratorium, anaknya perlu segera perawatan. Semestinya cepat ditangani. Tapi harus lama menunggu lagi. Karena kesal kurang mendapat pelayanan akhirnya bayinya dipindahkan ke Rumah Sakit Advent Bandung untuk mendapat perawatan sebagaimana mestinya. Hingga berita ini diturunkan, bayinya telah kembali ke rumahnya.
Hanya yang disesalkan Aseng, dokter jaga yang mengabaikannya tidak menunjukan itikad baik. Malahan pihak RSCK memberikan utusan menemui istrinya di Rumah Sakit Adven, dengan menawarkan perawatan kembali di RSCK dengan dijemput ambulan.
Baca Juga:Hutan Edukasi Kapal Kehati Green Think Ditetapkan sebagai Jawara Wisata40 Pabrik di Kabupaten Subang Sepakati Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK)
“Istri saya tentu saya menolaknya, karena terlanjur kecewa dan khawatir malah mengganggu kesehatan si ade. Lagian ngapain juga mereka hanya memberikan utusan. Bukan dokter jaga itu yang minta maaf. Ya tentu saja kita tolak,” ungkapnya.
Jika dilihat dari prosedur penanganan pasien seperti itu kata Aseng, ada beberapa hal yang melanggar standar operasional (SOP) dari pelayanan RSCK tersebut. Mulai dari penanganan pasien hingga ke luar dari rumah sakit. Biasanya ada formulir yang harus diisi pasien tentang kesan pesan terhadap pelayanan Ini tak ada. Padahal saya tahu itu, karena saya juga pernah jadi Direktur RSUD Ciereng Subang, jadi tahu SOP,” ucapnya.
Terkait tuntutannya, Aseng mengatakan dengan tegas demi perbaikan pelayanan di SRCK, ia meminta agar dokter itu dipecat saja.
Terpisah, Kepala Humas dan Pemasaran Rumah Sakit Cahya Kawaluyaan, Erlinawati mengatakan kejadian yang menimpa keluarga Aseng adalah ketidaksengajaan. Sebab, kata dia, pada dasarnya pihak RSCK selalu mengutamakan pelayanan terbaik kepada seluruh pasien seperti yang diamanatkan pihak yayasan yang menaungi RSCK Padalarang.
“Tapi pada perjalanannya harapan tidak selalu mulus dan lancar. Mungkin karena saat itu situasi di IGD sedang banyak sekali pasien. Ada 30 sampai 40 pasien. Mungkin dengan situasi seperti itu, terjadilah seperti yang menimpa Pak Aseng,” kata Erlina.