Oleh : M. Epih Sumaryadi, S.Pd.,M.Pd.
Kepala SMPN 4 Kalijati Subang
Wacana untuk menghapuskan Ujian Nasional (UN) sebagai instrument evaluasi belajar, dilontarkan oleh salah seorang Calon Wakil Presiden dalam acara Debat Cawapres yang digelar beberapa waktu lalu.
Menurutnya, UN bukanlah instrument yang tepat dan dibutuhkan untuk mengukur sejauh mana mutu pendidikan di tanah air secara objektif. Wacana itu pun kemudian menjadi bahan diskusi yang cukup hangat di kalangan para pendidik maupun masyarakat pada umumnya.
Baca Juga:DPC Joman dan Orkes Deklarasi Dukung Jokowi-Ma’rufWingdikkal Lanud Suryadarma Buka Empat Pendidikan
Sebagian pihak menilai, penghapusan UN merupakan kebijakan yang tepat mengingat manfaat yang diperoleh dari hajatan tahunan tersebut kurang dapat dirasakan. Namun, tidak sedikit pula yang memandang UN tetap diperlukan untuk mengontrol kualitas pendidikan serta menjaga motivasi belajar siswa.
Bagi penulis pribadi, digunakannya UN sebagai instrument evaluasi belajar cenderung lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya. Setidaknya, ada tiga dampak yang ditimbulkan apabila UN tetap dipertahankan.
Pertama, terkurasnya anggaran negara. Besarnya anggaran yang dibutuhkan untuk pelaksanaan UN menjadi beban tersendiri bagi negara. Ratusan milyar uang negara seakan jabis begitu saja tanpa memberikan manfaat yang berarti. Selain tidak lagi menjadi penentu kelulusan, nilai UN pun tidak begitu berpengaruh terhadap kelulusan siswa ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Sebagian besar PTN saat ini cenderung memberikan porsi yang lebih besar melalui jalur SNMPTN, SBMPTN serta jalur mandiri. Artinya, apabila UN sudah tidak lagi “bernilai”, lantas untuk apa dipertahankan.
Kedua, UN mengajarkan ketidak jujuran kepada para pendidik maupun peserta didik. Sudah menjadi pengetahuan umum di kalangan masyarakat bahwa pelaksanaan UN kerap kali diwarnai oleh kecurangan secara massif. Besarnya tuntutan dari pengambil kebijakan di tingkat daerah yang juga mendapat tekanan dari pengambil kebijakan yang tinggi memaksa para kepala sekolah untuk memberikan nilai sebaik mungkin sekalipun harus menggunakan cara – cara yang “tidak wajar”.Adapun ancaman serta intimidasi kerap kali mengintai para pendidik maupun kepala sekolah yang mencoba membongkar kecurangan dalam pelaksanaan UN ke ruang publik. Dengan kata lain, UN yang dilaksanakan saat ini sangat bertentangan dengan upaya penguatan pendidikan karakter sebagaimana digalakan oleh pemerintah.