Ketiga, ketidak jujuran dalam proses evaluasi menggunakan UN pada akhirnya berdampak pada tidak validnya data yang dihasilkan. Dalih pemerintah bahwa UN perlu dipertahankan sebagai alat pemetaan pendidikan pun seakan terbantahkan dengan adanya berbagai kecurangan selama proses pelaksanaan. Artinya, pemerintah tidak mungkin mampu mengambil kebijakan secara tepat apabila data awal yang digunakan tidak benar.
Berdasarkan gambaran di atas, penulis berpendapat bahwa penghapusan UN merupakan keputusan yang tepat. Peningkatan mutu pendidikan di tanah air dapat dilakukan bukan karena adanya pelaksanaan UN, melainkan meningkatkan terlebih dahulu kompetensi serta kesejahteraan para pendidiknya. Pesatnya perkembangan teknologi informasi serta perubahan karakteristik peserta didik dari waktu ke waktu tidak seharusnya dijawab dengan cara menambah tingkat kesulitan soal UN, melainkan meningkatkan kompetensi para guru melalui berbagai kegiatan pelatihan.
Di samping itu masih banyaknya guru yang berpenghasilan di bawah pegawai pabrik menunjukkan, posisi guru belum benar – benar dimuliakan sebagaimana mestinya.
Selain peningkatan kompetensi dan kesejahteraan guru, dukungan sarana pendukung pembelajaran pun sangat diperlukan oleh sekolah dalam menyelenggarakan proses pembelajaran. Keterbatasan sarana memang menjadi salah satu kendala yang dihadapi oleh sekolah dalam memberikan layanan pendidikan yang berkualitas kepada masyarakat.
Baca Juga:DPC Joman dan Orkes Deklarasi Dukung Jokowi-Ma’rufWingdikkal Lanud Suryadarma Buka Empat Pendidikan
Di era Revolusi 4.0 saat ini tidak semestinya ada dikotomi antara sekolah “elit” dan sekolah “alit”. Pendidikan yang berkualitas sudah seharusnya dapat diakses oleh seluruh kalangan tanpa membeda – bedakan status sosial maupun ekonomi orangtua.(*)