Saya tidak sampai perbatasan itu. Berhenti di Balakot. Daerah yang 13 tahun lalu hancur total oleh gempa bumi. Yang penduduknya tinggal di lereng-lereng gunung berbatu. Yang puncaknya masih bersalju. Pun sampai akhir Maret ini. Di balik gunung itulah wilayah Kashmir. Yang lagi panas. Dua pesawat India ditembak jatuh.
Pesawat itu lagi mengincar satu kampung di daerah ini. Yang dianggap pusatnya ekstrimis – – atau pejuang gigih– Kashmir.
Wilayah ini termasuk kaki pegunungan Himalaya. Karena itu puncak-puncaknya masih bersalju.
Penduduk setempat juga tinggal di sepanjang lembahnya. Yang di situ mengalir sungai berbatu. Indah sekali. Salju di atas. Air jernih mengalir di bawah. Dengan udara sejuk 17 derajat.
Baca Juga:Pelayanan Bus Sekolah untuk Daerah TerpencilUsung Kampanye Cerdas Menyenangkan
Saya minta sopir untuk berhenti. Tidak ada restoran bagus. Tidak ada hotel bagus. Hotel-hotel hancur saat gempa. Yang sudah kembali dibangun pun baru hotel dan restoran kelas darurat.
Saya mampir di situ. Duduk di kursi santai. Di pinggir sungai berbatu. Menghadap ke puncak bersalju. Di situlah saya menulis DisWay edisi kemarin.
Tapi saya tidak punya internet. Ufone saya tetap tidak berfungsi. Bagaimana harus kirim naskahnya?
Teman-teman Pakistan sayalah yang menolong. Memberikan akses personal hotspot.
Tahun depan daerah ini sudah tidak sulit lagi ditempuh. Tiongkok lagi membangun Motorway sepanjang 900 km. Tidak perlu terlalu berkelok. Gunung-gunung itu di tembus dengan terowongan.
Saya hanya 1 jam di Balakot. Setelah berbincang dengan mereka saya putuskan tidak bermalam di situ. Senja itu juga menuju Peshawar. Empat jam perjalanan lagi.
Kota Peshawar adalah perbatasan Pakistan dengan Afganistan. Kebetulan sopir saya ini asli Peshawar. Bahkan sukunya Pastun. Yang menjadi suku mayoritas di Afganistan. “80 persen penduduk Peshawar suku Pastun,” katanya.
Ternyata juga sudah ada jalan tol sampai Peshawar. Itu pun sudah jam 11.00 malam. Baru tiba.
Baca Juga:Genjot Penggunaan Alat KontrasepsiPanwascam Lantik 179 Pengawas TPS
Saya lagi-lagi dibawa ke penjara. Yang tembok kusamnya tinggi. Yang di atas temboknya bergulung-gulung kawat berduri. Yang di pojok atas tembok itu ada pos jaganya. Dengan tentara bersenjata.
Pun mobil kami tidak boleh masuk. Harus parkir di luar tembok. Di pinggir jalan raya. Tas harus digeledek ke pintu gerbang. Diperiksa dua kali. Oleh barisan tentara bersenjata laras panjang.