Pemerintah dan masyarakat itu saling bertalian, semua harus memiliki rasa tanggung jawab terhadap kondisi perpolitikan Indonesia. Kita tidak sedang dalam lajur kiri atau kanan, kita sedang membangun jembatan kokoh untuk menghubungkan pemerintah dan masyarakat.
Memang integritas politik di Indonesia masih jauh dari kata sempurna, hingga tak asing lagi. Jika kita mendapatkan paradigma yang selalu menganggap bahwa politik itu adalah tata cara yang digunakan oleh oknum tertentu untuk memuaskan kepentingan pribadi dan menjadikan masyarakat sebagai suatu jalan hanya untuk memperoleh hasil.
Pemuda bersepakat bahwa generasi milenial harus berpolitik. Dengan asumsi bahwa politik untuk pengaturan yang kearah yang lebih baik. Yang menjadi pertanyaan adalah haruskah generasi milenial harus berpolitik praktis.
Baca Juga:Tidak Diberi Tukin, ASN RSUD: Kami Bukan Anak TiriNetralitas PNS jadi Sorotan, Bisa Kena Sanksi Teguran hingga Pemecatan
Menurut hemat saya generasi milenial jangan takut untuk berpolitik dan mempromosikan idealismenya. Oleh karena itu dia harus merefleksikan politiknya dalam kehidupan sehari-hari melalui karya-karyanya yang disumbangsikan untuk negeri.
Kedua, tentunya seorang generasi milenial harus punya tolak ukur dalam proses berpolitik. Untuk mencapai sebuah ending politik (kebaikan/kebangkitan), maka ada komponen yang harus dipenuhi dan tidak bisa dipisahkan yaitu. Perasaan yang sama. Pemikiran yang sama. Peraturan yang sama
Jadi untuk mencapai sebuah kebaikan dalam sebuah masyarakat maka tiga komponen ini harus diperhatikan. Tatkala masyarakat sudah satu perasaan, pemikiran dan peraturan maka kesenjangan yang terjadi seperti sekarang ini akan sirna dengan sendirinya. Nah, poinnya adalah seorang milenial adalah harus berpolitik untuk mewujudkan tiga komponen di atas melalui karya-karya.
Untuk mencapai tiga komponen itu tidak harus dalam konsep keseragaman. Tidak bisa dipungkiri bahwa Indonesia adalah negara yg multi kultural. Kalau kita menengok sejarah, asas perjuangan adalah kesamaan rasa bahwa kita sedang ditindas oleh para penjajah. Timbullah kesadaran dari proses berfikir, bahwa kita harus merdeka maka dirumuskanlah Pancasila sebagai dasar negara dan diikrarkanlah kemerdekaan.
Revolusi karakter bukan berarti harus merubah pola keteraturan berpikir secara biologis, pertaruhannya adalah homeostatis menakar persentase mengelola akal sadar. Kemampuan pengelolaan ini bersumber dari keterbukaan membuka masalah tanpa harus menyuplai nutrisi pengendapan akal. Fenomena saat ini akal terendapkan hanya karena menaikan bilangan nilai prestise diri. Segala cara dilakukan dengan mendobrak pagar-pagar aturan yang telah ditata dengan rapi. Alhasil mereka yang katanya mewakili suara rakyat, hanya mewakili suara saja tanpa ada kematangan kerakter berintegritas. Ini tidak bisa didiamkan begitu saja, virus kedangkalan karakter akan menginfeksi generasi-generasi penerus pembangunan bangsa.