PURWAKARTA-Deniyana Dosen Fakultas Seni Relief dan Dekorasi (FSRD) Institut Teknologi Bandung (ITB), mengakui Sentra Keramik Plered memilki keunggulan konparatif dari sisi sumber daya manusia (SDM) pengrajinya. Deniyana juga dosen Institut Seni Budaya Indonesia(ISBI) Bandung menilai,
keunggulan bahan baku yang memposisikan setiap keramik yang diproduksinya dikenal dimancanagara.
Hal itu ditegaskan Deni Yana ketika melakukan kunjungan bersama belasan Mahasiswa FSRD ITB, diLitbang Keramik Plered.
Disebutkan Deniyana, dari beberapa sentra keramik di nusantara yang pernah dia singgahi, Plered memiliki keunggulan. Meski di sisi lain, produksi keramik Plered sulit dicari ciri khasnya.
“Selama saya di Plered, saya tak menemukan kramik yang diproduksi pengrajin keramik di sini, yang memiliki ciri khas Plerednya,” katanya.
Namun kelemahan itu, menjadikan keramik produksi Plered lebih fleksibel di pasar global. Ternyata para pengrajinya selama ini, mengikuti selera pasar global dengan sedikit meninggalkan ciri khas produksi buatannya. “Kelemahan ini justru malah jadi keunggulan di pasar internasional, saat harus bersaing dengan produksi keramik sejenis dari daerah lain,” terangnya.
Baca Juga:UNBK SMAN 1 Sukasari Siapkan Tiga Modem, Antisipasi Terjadinya Susah SinyalUNBK Sempat Ada Gangguan Server
Sebut saja misalnya keramik produksi sentra kramik Astawinangun Cirebon. “Di Sentra Kramik Astawinangun Cirebon, disana para pengrajinya, masih memegang teguh vakum (tata aturan) para pendahulunya. Ada ciri khas dalam setiap keramik yang diproduksi mereka,” sambungnya.
Berdasarkan pandangan keilmuan yang menurut sejarah yang berhasil diungkap jajaran FSRD ITB, Deniyana menjelaskan, bergesernya bentuk produksi keramik di Indonesia dari barang jadi untuk alat rumah tangga ke benda hias, diawali pada tahun 1935. “Kala itu Pemerintah Hindia Belanda, mengeluarkan kebijakan, merubah produksi setiap sentra keramik agar memproduksi keramik hias, selain barang kebutuhan rumah tangga. Sehingga,ada pergeseran baik dari sisi bentuk, corak dan pewarnaan. Hal ini dilakukan karena Belanda mulai melirik pasar dunia. Saat itu berupa handy craft, selain rempah rempah dari nusantara,” pungkasnya.(dyt/vry)