Oleh : Meilinda Frida Sandi Lumbantoruan, S.Pd
Staff di PT. Vinatama Mas dan Alumni Pendidikan Ekonomi
Universitas Negeri Medan (UNIMED)
Tinggal menghitung hari, Indonesia akan berpesta demokrasi. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia akan memilih anggota legislatif dan eksekutif secara langsung serentak dihari yang sama. Kurang lebih selama 7 bulan para kandidat telah menyampaikan visi misinya lewat kampanye, bahkan untuk capres dan cawapres pun telah mengerahkan setiap kemampuan mereka untuk lugas menyampaikan program serta visi dan misi lewat agenda debat capres yang sudah berlangsung beberapa waktu lalu.
Berdasarkan apa yang telah kita saksikan sendiri selama proses kampanye dan debat maka tepat pada tanggal 17 April nanti Indonesia akan menentukan pilihannya, pilihan yang akan menentukan masa depan Indonesia kedepannya. Jika melihat kembali bagaimana perjalanan proses dari awal pendaftaran kandidat, proses kampanye, debat hingga sekarang, ada banyak peristiwa yang telah terjadi terkait dengan pelaksanaan proses pemilu. Salah satu diantaranya adalah antusias para pendukung terkhusus untuk pendukung paslon 01 dan paslon 02.
Baca Juga:Tiga Pilar Pemilu Pastikan KondusifTNI/Polri Bangun Sinergitas Jelang Pemilu
Beragam ekspresi dan tindakan dilakukan oleh para pendukung untuk menunjukkan dukungan pada calon yang diusungnya, beberapa diantaranya adalah dengan berlomba-lomba memperlihatkan prestasi-prestasi dan kebaikan-kebaikan paslon yang didukung hingga dengan menjatuhkan lawan melalui penyebaran berita bohong atau hoaks yang bisa memicu jatuhnya wibawa paslon lawan. Berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) pada tahun 2018 saja sudah ada 1000 konten yang berbau hoaks politik yang menyerang kedua paslon, ini belum yang termasuk pada tahun 2019.
Penyebaran hoaks ini tentunya memiliki dampak negatif, khususnya bagi kesejahteraan dan keamanan bangsa karena memicu konflik sosial. Tidak bisa kita pungkiri bahwa antusias yang berlebihan terlihat jelas di media sosial. Beragam komentar negatif muncul pada konten-konten yang berbau politik. Perbedaan pilihan menjadi kesempatan untuk menyerang.
Serangan demi serangan tertuju pada kedua kubu, beberapa hal yang mungkin masih teringat jelas dan menjadi kejutan di akhir tahun 2018 adalah kasus Ratna Sarumpaet yang mengaku dianiya oleh orang yang tak dikenal. Pengakuan ini membuat capres Prabowo Subianto turun tangan dan membenarkan berita yang akhirnya diakui sendiri oleh Ratna adalah berita bohong. Berita bohong ini jelas membuat rakyat dan politikus khususnya tim kemenangan Prabowo sempat mengaitkan penganiayaan tersebut disebabkan oleh kubu Jokowi.