KALIJATI – Besok Pemilu 2019 digelar. Tahun lalu, jauh sebelum mendekati hari pelaksanaan pemilu, sempat menyeruak ke permukaan kabar mengenai pemungutan suara untuk orang yang mengalami gangguan jiwa oleh KPU, dengan dalih persamaan hak.
Kabar tersebut sontak menjadi kabar kontroversi, meski begitu ternyata KPU bukan saja hanya sekedar memberi kabar, namun juga diimplementasikan. Beberapa rumah sakit yang menampung pasien gangguan jiwa disurati oleh KPU untuk pendataan, termasuk Yayasan Darul Iman asuhan Ustad Agus di Tanggulun Timur, Kecamatan Kalijati, yang menangani lebih dari 100 pasien gangguan jiwa.
“Iya dulu, sempat datang surat pemanggilan dari KPU, untuk mendata pasien, agar hak suaranya bisa tersalurkan, saya persilahkan, dengan catatan pengkodisian pasien ditanggung oleh KPU, mereka tidak sanggup,” jelas Ustad Agus kepada pasundan ekspres.
Baca Juga:KPU Targetkan 77,5 Persen Partisipasi PemilihPKH Dorong Perubahan Perilaku Masyarakat di Bidang Kesehatan dan Pendidikan
Dia menambahkan, bukan dirinya tidak mau menyertakan pasiennya sebagai pemilik hak suara, namun menurut dirinya pasien yang kini dalam penanganannya benar-benar dalam keadaan belum stabil. Itulah alasan terbesar dirinya tidak sepakat pada ketentuan penyelenggara Pemilu yang melibatkan orang gangguan jiwa dalam menyalurkan hak suaranya.
“Saya sudah gusar pada ketentuan KPU mengenai regulasi orang dengan gangguan jiwa memiliki hak suara itu, untuk solat saja mereka tidak diwajibkan, apalagi untuk urusan kecil seperti Pemilu, ” tambahnya.
Bahkan dirinya merasa bersyukur, pasien di yayasan yang dia asuh tidak satupun terdaftar sebagai pemilih tetap, menurutnya melibatkan seseorang dengan gangguan jiwa pada pemungutan suara justru adalah sikap salah kaprah.
“Giliran Pemilu saja elit baru kepikiran orang dengan gangguan jiwa, sebelumnya mana? Ada di jalan juga dibiarkan, mau mati juga mereka tidak peduli,” tambahnya lagi.
Ustad Agus, telah merawat orang dengan gangguan jiwa selama 25 tahun, melalui yayasan yang dia kelola sendiri, pasien yang dalam penanganannya tersebut, didominasi dari orang-orang dengan gangguan jiwa yang dia temui di jalan.
Tanpa bantuan oprasional dari pihak manapun, termasuk Pemda, Ustad Agus secara mandiri merawat orang dengan gangguan jiwa tersebut hingga sembuh. (idr/man)