Membaca menjadi kegiatan yang membosankan dan menghabiskan waktu sia-sia. Berdasarkan studi “Most Littered Nation In the World 2016” oleh Central Connecticut State Univesity, Indonesia berada pada peringkat 60 dari 61 negara mengenai minat membaca buku. Padahal, jika dilihat dari segi penilaian infrastuktur, peringkat Indonesia masih berada di atas negara-negara Eropa.
Rendahnya minat membaca masyarakat Indonesia disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya ialah keluarga. Terkhusus pada anak-anak, sangat sulit untuk menanamkan cinta baca apabila lingkungan keluarga tidak membudayakan hidup yang membaca. Kegemaran akan buku dan kegemaran dalam belajar hal-hal baru kini begitu sulit ditemukan dalam keseharian anak-anak. Tidak heran kalau akhirnya apa yang dilakukan pahlawan di masa lalu, kini terkesan bias dan hampir tidak terlihat. Untuk itulah keluarga tidak boleh kehilangan “taringnya”. Kuncinya ada di mana? Perempuan. Perempuan menjadi pemegang kunci dalam stabilitas keluarga. Seorang anak yang gemar membaca pastilah memiliki penyemangat yang membuatnya bersemangat bercengkrama dengan buku. Jawabannya tetaplah pada perempuan. Perempuan yang gemar membaca di tengah keluarga akan memberikan aroma bunga yang segar dan menentramkan bagi anggota keluarganya.
Anak-anak lebih condong dan selalu akan mengikuti apa yang dilakukan oleh orangtua mereka. Mereka akan melihat apa yang diteladankan oleh orangtua mereka. Oleh karena itu, sangat penting untuk orangtua terlebih dahulu memulai dan menumbuhkan kebiasaan membaca. Mustahil apabila seorang anak gemar membaca kalau dia tidak melihat sekelilingnya terlebih dahulu. Sebenarnya ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menciptakan budaya membaca pada keluarga terkhusus untuk anak-anak. Hal itu juga yang dilakukan seorang Kartini di masa lalu. Kartini mulai melakukan sendiri dan mengajak oranglain melakukan hal yang sama sehingga membaca tidak lagi menjadi suatu paksaan.
Baca Juga:685 Kotak Suara Segera Diboyong ke KPUSepakati Pleno Rekapitulasi Menyesuaikan Kondisi Cuaca
Dalam data yang pernah dikeluarkan UNESCO, kemampuan membaca buku khususnya anak-anak dalam satu tahun bervariasi setiap negara. Anak-anak di Jepang mampu membaca 15-18 buku pertahunnya. Bahkan anak-anak di Eropa mampu membaca 25-27 buku dalam satu tahun. Sedangkan di Indonesia, anak-anak tidak membaca satu bukupun dalam rentang satu tahun. Minimnya minat baca anak sungguhlah sangat mempengaruhi kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dihasilkan setiap tahunnya. Rendahnya kualitas menjadikan Indonesia sulit bergaul di kancah perkembangan internasional. Sungguh sangat miris dan memprihatinkan.