Pertahankan Harga Rp 500.000 Per meter
PUSAKANAGARA-Sebanyak 50 warga pemilik 120 bidang tanah yang tergabung dalam Paguyuban Tani Berkah Jaya (PTBJ), masih belum bersedia mendatangani sporadik atau warkah kepemilikan tanah. Sebab warga masih menolak harga tanah hasil penilaian Tim Appraisal.
Arim menyebut saat ini harga lahan yang dinilai mencapai Rp 129 ribu untuk tambak serta Rp 220 ribu untuk tanah sawah. Sedangkan pihak paguyuban tetap bertahan diharga Rp 500 ribu per meter untuk harga terendah.
“Kita klarifikasi aja kesini, kita kan sekitar 50 orang ini belum tanda tangan sporadik. Kita belum tanda tangan warkah. Jadi memang syarat untuk musyawarah bentuk ganti kerugian, sedangan kita tandangan saja belum,” kata Arim.
Arim juga menolak jika undangan musyawarah Rabu (24/4) lalu dihitung sebagai musyawarah bentuk ganti kerugian tahap pertama. Sebab warkah yang merupakan pengakuan tanah secara fisik dan syarat musyawarah ganti rugi lahan belum ditanda tangani.
Baca Juga:Rapor Merah 100 Hari Kerja Bupati SubangH-30 Tidak Ada Lagi Konstruksi Jalan di Pantura
“Makanya kita komplain, yang tadinya ini penyampaian harga, kita diarahkan pengadilan. Kan ada 3 kali kesempatan untuk musyawarah,” bebernya.
Untuk itu, langkah yang akan ditempuh oleh Arim bersama Paguyuban yakni berusaha untuk melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) ulang bersama DPR RI dan menghadirkan warga, PSP3 IPB serta tim pengadaan tanah.
“Kita sekarang sedang mengadakan lobi-lobi dengan DPR RI. Kita ingin RDP ulang rapat dengar pendapat biar dihadirkan PSP3, biar ada titik temu terkait masalah harga. Intinya kami paguyuban meminta harga per meternya Rp 500 ribu itu menurut kami hal yang wajar dan layak,” tegas Arim.
Sementara itu, PPK Pengadaan tanah Kemenhub Ngatiyo menuturkan Tim pengadaan tanah yakni BPN Kabupaten Subang serta Kemenhub, telah menyepakati hasil pertemuan dengan paguyuban. Pertemuan yang dimaksud, berkaitan dengan penyampaian hasil dan tidak dihitung sebagai musyawarah bentuk ganti kerugian.
“Tadi sudah disepakati, mereka kan ingin tahu nilainya. Nilainya disampaikan dulu. Atau nilainya sudah tahu, mungkin mau pikir-pikir dulu di rumah, untuk nilai segini gimana,” kata Ngatiyo.
Jika setuju, Ia mengharapkan warga bisa menandatangani sporadik. Namun ternyata tidak ada yang mengambil amplop nilai. “Ternyata kan tidak ada, masuk saja engga, tapi ini masuk ke laporan pimpinan,” kata Tiyo.