LEMBANG– Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menjadikan Lembang sebagai tempat puncak peringatan Kegiatan Hari Kesiapsiagaan Bencana tahun 2019, karena di wilayah ini terdapat patahan atau sesar Lembang aktif. Hal itu disampaikan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo, saat peringatan Hari Kesiapsiagaan Bencana di Sesko AU Lembang Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jumat (26/4)
“Peringatan hari kesiapsiagaan bencana di Lembang, kenapa ? karena Lembang ada patahan yang cukup aktif. Kemudian penduduknya sangat banyak, kalau terjadi pergeseran dan timbul gempa, masyarakat tidak siap berarti timbul korban banyak,” ucap Doni.
BNPB serta sejumlah kementerian dan lembaga memutuskan mengambil tempat di Lembang. Sekaligus mengajak masyarakat mulai dari tingkat kecamatan hingga RT/RW untuk terlibat dalam kegiatan ini.
Baca Juga:Dinas Pekerja Umum Gelar Audit Trotoar untuk DisabilitasLaunching BUMDes Gelar Mancing Bersama
Untuk mencegah risiko bencana sesar Lembang, pihaknya telah melakukan upaya pencegahan di antaranya memasang papan informasi zona sesar Lembang, rambu-rambu hingga penanaman pohon yang bisa bertahan lama. Kemudian membuat jalur atau rute evakuasi serta menyampaikan sosialisasi kepada masyarakat. “Jenis pohon yang dipilih pun berusia ratusan tahun antara lain mahoni tahura dan damar, dua pohon ini teruji di Jabar menjadi bagian vegetasi yang cocok,” bebernya.
Doni mengungkapkan Selama kurun 19 tahun terakhir, Indonesia menduduki peringkat kedua dalam jumlah korban bencana terbanyak setelah Haiti. Sedangkan pada 2018, Indonesia menempati peringkat pertama di dunia jumlah korban bencana, Indonesia memiliki 11 potensi ancaman bencana seperti gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan, banjir dan longsor. “Setiap daerah memiliki karakteristik dan ancaman berbeda. Sehingga pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan dan peringatan dini harus dilakukan. Termasuk dua tahun ke depan, sistem peringatan dini bisa terintegrasi,” kata Doni.
Saat bencana tahun lalu, dia menyebutkan, jumlah korban jiwa di Indonesia mencapai lebih dari 4.000 jiwa sehingga Indonesia menduduki peringkat pertama korban bencana di dunia. “Perempuan lebih banyak jadi korban bencana karena pengetahuan bencananya kurang, dan mereka punya jiwa ingin melindungi keluarganya. Oleh karena itu, kami mendorong agar perempuan bisa memahami kebencanaan,” ungkapnya.
Lebih jauh, pada 2018 lalu total kerugian materi akibat bencana mencapai Rp 100 triliun. Pemda melalui gubernur maupun walikota bisa mengalokasikan dana dari APBD untuk pra bencana. “Sinergitas antar kelima unsur di antaranya akademisi, dunia usaha, komunitas dan pemerintah harus dilakukan dalam penanganan bencana,” jelasnya.