Oleh : Didin Tahyudin
Guru SDIT’Alamy Subang
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk dengan keberagaman suku, bahasa dan budaya. Kondisi tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia yang dipisahkan oleh pulau-pulau dan lautan yang membentang dari sabang sampai merauke. Sebagaimana kita ketahui, rakyat Indonesia yang tinggal di dalam maupun luar negeri telah melaksanakan pesta demokrasi serentak pada 17 April 2019 lalu. Hajatan tersebut dilakukan untuk memilih para calon Presiden serta wakil rakyat. Beragam upaya dilakukan oleh para kandidat untuk merebut simpati rakyat. Mulai dari memasang baligo berukuran raksasa yang disebar di tempat – tempat keramaian, sampai dengan menyebar Alat Peraga Kampanye (APK) lainnya hingga ke pelosok desa.Tak sampai disitu, posko – posko pemenangan pun sengaja didirikan oleh para tim sukses untuk menyukseskan jagoan mereka.
Sebagai pemangku hajat di negeri ini, di tunjuklah KPU (Komisi Pemilihan Umum) yang independen/netral sebagai pihak penyelenggara pemilu yang dibantu oleh BAWASLU (Badan Pengawas Pemiihan Umum) sebagai pengawas yang mengontrol hajatnya bangsa ini. Di jalur pengamanan disiagakan aparat Kepolisian dan TNI yang siap mengamankan, mengawal dan patrol dalam acara hajatan ini. Media massa cetak maupun elektronik juga tidak mau ketinggalan dalam menangkap momentum paling berharga di negeri ini. Mereka ikut memberikan kabar dan berita supaya para pemilih memilih para wakilnya untuk memimpin di negeri ini dengan jargon-jargon dan tagline-tagline yang diharapakan mampu mempengaruhi para pemirsanya.
Selain itu tidak kalah hebohnya adalah jagat dunia maya yang diramaikan oleh media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, Whatapp dan yang lainnya yang juga turut andil dalam mengabarkan berbagai peristiwa yang terjadi di masyarakat. Mulai dari berita, opini, sampai dengan kabar bohong (hoaks) seakan menjadi bagian tak terpisahkan dari ruang yang dihuni oleh kebanyakan para remaja tersebut. Media sosial seakan berperan sebagai penyeimbang dari berita – berita yang disuguhkan oleh media –media mainstream. Setiap kali media mainstream mengabarkan berita yang (diduga) tidak sesuai dengan fakta di lapangan, maka saat itu juga media sosial akan melakukan “koreksi” atas kekeliruan tersebut.