Sepintas seperti untung besar, namun jika dipotong biaya produksi, dari mulai kuli angkut, ongkos mobil dan biaya proses, pembelahan untung itu terbang tipis. “Kuli belah, saya bayar Rp 1.000 per Kg. Biasanya kaum ibu dari saudara, atau tetangga dekat sini, yang jumlahnya 6 orang itu,” imbuhnya.
Pengolahan dari merebus, membelah buah aren, semuanya masih manual. Padahal mesin pengolah kolang kaling ini sudah ada, tapi Rohendi mengaku belum kuat untuk beli mesinnya. “Masih relatif mahal mesin pengolah kolang kaling. Modal saya bisa kesedot hanya untuk beli mesin,” katanya.
Menjual kolang kaling olahannya, Rohendi mengaku sudah ada bandar pengumpul, yang datang dari Purwakarta. “Biasanya, pasar tradisional di Purwakarta banyak yang menjual kolang kaling olahan saya. Itu sudah berjalan cukup lama,” tandasnya.(dyt/vry)