Perjalanan Sejarah Sosial, religi hingga Politik di Tatar Sunda
Beberapa waktu lalu, Pasundan Ekspres telah melaporkan kenapa tiba-tiba suatu tempat di Desa Nanggerang Binong, tepatnya di Muara Jati dan Teluk Agung menjadi situs Nay Subang Larang? Hingga 30 Juni tahun 2011 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat, mengukuhkan situs Nay Subang Larang sebagai cagar budaya baru.
LAPORAN: INDRAWAN, Naggerang-Binong
Kisah Nyai Subang Larang tercatat dalam Carita Purwaka Caruban Nagari (CPCN) karya Pangeran Arya Cerbon yang dibuat pada tahun 1720. Menurut CPCN, Subang Larang bernama asli Kubang Kencana Ningrum, beliau lahir tahun 1404 dari ayah yang bernama Ki Gedeng Tapa yang merupakan syahbandar pelabuhan Muara Jati, sebuah pelabuhan penting di utara Jawa Barat yang termasuk kekuasaan nagari / kerajaan kecil Singapura.
Sedangkan Prabu Siliwangi awalnya bernama Pamanahrasa putra dari Prabu Anggalarang dari kerajaan Galuh. Ketika itu Jawa Barat dikuasai oleh 2 Kerajaan besar yang masih berkerabat yaitu Galuh yang berpusat di Ciamis dan Kerajaan Sunda yang berpusat di Pakuan Pajajaran (Bogor). Kerajaan Sunda dipimpin oleh Raja Susuk Tunggal yang masih bersaudara dengan prabu Anggalarang. Dua kerajaan besar ini menguasai beberapa nagari / kerajaan kecil seperti Singapura, Japura, Wanagiri dan lainnya.
Baca Juga:Dua Pelaku Spesialis Sarang Walet DitangkapPupuk Kujang Pastikan Stok Pupuk Aman Jelang Lebaran
Sekitar tahun 1415 datanglah rombongan armada Cina yang dipimpin Laksamana Zheng He (Cheng Ho) yang beragama Islam di Muara Jati, saat inilah Islam mulai dikenal di sana. Pada tahun 1418 tiba pula seorang ulama Islam bernama Syekh Hasanuddin bin Yusuf Sidik yang menumpang perahu dagang dari Campa (kini termasuk wilayah Vietnam dan sebagian Kamboja). Ada pula yang berpendapat keduanya datang dalam rombongan yang sama. Syekh Hasanuddin kemudian akrab dengan Ki Gedeng Tapa, di saat inilah kemungkinan Ki Gendeng Tapa memeluk agama Islam.
Kemudian Syekh Hasanudin pergi ke Karawang dan mendirikan pasantren di daerah Pura, Desa Talagasari, Karawang, dengan nama Pesantren Quro, maka dari itu kemudian ia lebih dikenal dengan nama Syekh Quro. Ki Gendeng Tapa menitipkan Nyai Subang Larang untuk belajar Islam kepada Syekh Quro di sana. Nyai Subang Larang belajar Islam di sana selama 2 tahun. Di tempat inilah Syeh Quro memberikan gelar Sub Ang larang (Pahlawan berkuda) kepadanya. Sekitar tahun 1420 Subang Larang Kembali ke Muara Jati.