Sekitar tahun 1420-an Ki Gedeng Tapa menyelenggarakan sayembara tarung satria, sebagai pemenangnya berhak memperistri Nyai Subang Larang, putrinya. Dalam sayembara itu, Pamanah Rasa tampil sebagai pemenang dan berhak memperistri Nyai Subang Larang. Konon lawan terberat Pamanah Rasa adalah Amuk Marugul putra Prabu Susuk Tunggal (Kerajaan Sunda) yang ternyata masih ada hubungan saudara dengannya.
Kemudian menikahlah Pamanah Rasa dengan Subang Larang di pesantren Syekh Quro. Sumber lain menyebutkan, Pamanah Rasa jatuh cinta kepada Subang Larang setelah ia mendengar suara Subang Larang mengaji di pesantren Syekh Quro bukan karena memenangkan sayembara. Di tahun yang sama terjadi peperangan antara nagari Singapura yang dipimpin Pamanah Rasa dan nagari Japura yang dipimpin Amuk Marugul, Pamanah Rasa kembali memenangkan peperangan tersebut.
Pamanah Rasa kemudian pergi ke Pakuan, kerajaan Sunda, di sana ia bertemu dengan Kentring Manik Mayang Sunda adik Amuk Marugul yang juga putri dari prabu Susuk Tunggal yang tak lain adalah ua-nya sendiri. Meskipun sudah menikahi Subang Larang, ia juga kemudian menikahi Kentring Manik Mayang Sunda.
Baca Juga:Dua Pelaku Spesialis Sarang Walet DitangkapPupuk Kujang Pastikan Stok Pupuk Aman Jelang Lebaran
Setelah pernikahannya ini Pamanah Rasa kemudian diangkat menjadi putra mahkota oleh Susuk Tunggal karena dianggap lebih cakap daripada Amuk Marugul. Pamanah Rasa kemudian memboyong Subang Larang untuk tinggal di keraton Pakuan Pajajaran (Bogor) bersama Istri yang lain. Di kemudian hari Pamanah Rasa diangkat menjadi raja dan bergelar Prabu Siliwangi.
Berdasarkan penelusuran Abah Dasep Arifin, semasa hidupnya Subang Larang dipercaya mendirikan pesantren dengan nama “Kobong Amparan Alit” di Teluk Agung yg kini berada di Desa Nanggerang Kecamatan, Binong. Nama “Kobong Amparan Alit” ini diperkirakan berubah menjadi daerah yang kini disebut “Babakan Alit” yang juga di sekitar kawasan Teluk Agung, desa Nanggerang.
Sekitar tahun 1441 Nyai Subang Larang wafat di Keraton Pakuan, kemudian jenazahnya dibawa oleh abdi dalemnya untuk dimakamkan di Muara Jati. Salah satu abdi dalemnya dikenal dengan nama Eyang Gelok yang dimakamkan di kampung Cipicung, desa Kosambi, kecamatan Cipunagara.
Subang Larang memiliki 3 orang anak yaitu Raden Walangsungsang (1423), Nyai Lara Santang (1426), dan Raja Sangara (1428). Sepeninggalnya Subang Larang anak-anaknya keluar dari Keraton Pakuan untuk memperdalam agama Islam.