LEMBANG-Warga Desa Kayuambon Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat (KBB), mulai memanfaatkan teknologi insinerator untuk menangani sampah. Walaupun masih dalam tahap ujicoba, nantinya insinerator ini rencananya bisa menangani sampah untuk di dua desa.
Insinerator yang belum lama ini diresmikan oleh Wakil Bupati Bandung Barat, Hengky Kurniawan ini diharapkan bisa menekan volume sampah yang tak terangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA) karena berbagai keterbatasan.
Sekretaris Desa Kayuambon, Dedi Hidayat mengungkapkan, mesin insinerator yang dibangun di dusun Sukamaju ini merupakan bantuan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dengan total biaya pembangunan mencapai Rp 430 juta. “Untuk mesinnya berasal dari bantuan UPI, diberikan ke masyarakat melalui pengelolaan oleh pihak desa,” kata Dedi, Senin (13/5).
Baca Juga:Tuntut Ganti Rugi Rp19 Miliar, PT Ultrajaya Naik BandingTim Gabungan Akur Tangapi Isu Jual Beli Jabatan
Dedi menerangkan, saat ini mesin pembakar sampah ini masih diujicobakan untuk satu dusun. Sambil diujicoba, pihaknya menghitung total pengeluaran gas dan listrik selama sebulan untuk menentukan tarif yang akan dipungut kepada setiap warga.
Dari hasil ujicoba, sebanyak dua ton sampah bisa dibakar dalam satu hari hingga tinggal menyisakan abu. Menurut dia, penanganan sampah yang dihasilkan masyarakat di 13 RW di Desa Kayuambon, kebanyakan masih mengandalkan pengangkutan petugas dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH). “Dua ton sampah bisa habis dalam sehari, sisanya jadi abu. Abunya lalu diangkut armada sampah milik DLH, sehingga volume sampah yang diangkut ke TPA jadi lebih sedikit,” ujarnya.
Komandan Satuan Sektor 22 Citarum Harum, Kol (Inf) Asep Rahman Taufik menyatakan, insinerator di wilayah Lembang sudah dibangun dua unit yakni di Desa Kayuambon dan Desa Gudangkahuripan.
Dia menyebutkan, kapasitas insenerator di Desa Kayuambon bisa membakar sampah sebanyak 600 kilogram per jamnya, sedangkan di Desa Gudang Kahuripan hingga 800 kilogram sampah per jamnya. “Jika insenerator beroperasi 8 jam per hari, maka masalah sampah di dua desa ini bisa teratasi,” tuturnya.
Meskipun penggunaan insenerator memunculkan pro dan kontra, Asep meminta agar di setiap desa memiki insenerator sendiri. Mengingat masalah sampah di wilayah Lembang sudah sangat darurat dan perlu penanganan yang cepat. “Saat ini penggunaan insenerator merupakan solusi sementara hingga muncul kesadaran masyarakat dan infrastruktur yang kuat dalam penanganan sampah,” bebernya. (eko/sep)