SUBANG-Pengamat Politik Akhmad Basuni mengatakan, praktik penggelembungan suara dalam proses penghitungan bisa saja terjadi. Penggelembungan suara sangat beresiko tinggi untuk ketahuan, jika tidak dilakukan oleh pihak-pihak yang paham betul masalah penghitungan suara.
“Penggelembungan suara adalah upaya menaikan suara partai dan suara caleg, itu bisa terjadi,” ungkapnya kepada Pasundan Ekspres.
Dia mengatakan, praktik penggelembungan suara merupakan urusan data yang tidak mudah dilakukan. Sehingga memerlukan keterlibatan berbagai pihak yang berkaitan dengan pemilu mulai dari penyelenggara, pengawas dan peserta pemilu.
“Tidak mungkin itu penggelembungan suara dilakukan secara sendirian,” ujarnya.
Baca Juga:Kreasi Tumpeng Dapur Bidara Hiasi Acara SyukuranPendidikan Susjurlata Senjata A-22 dan Susjurlata Tum A-22 Resmi Ditutup
Basuni mengatakan, pihak yang melakukan penggelembungan suara akan berhadapan dengan hukum. Meraka terancam pidana paling lama 4 tahun dan denda Rp 48 juta, sesuai dengan pasal 532 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Konsekuensi dari pihak yang melakukan penggelembungan suara tentunya pidana,” katanya.
Dia menuturkan, ketika ditemukan ada penggelembungan suara maka harus dilakukan perhitungan kembali dengan C1 plano sebagai dasarnya. Dugaan penggelembungan suara muncul dalam rekapitulasi yang dilakukan dari mulai tingkat kecamatan.
“Pada saat rekapitulasi ini nanti ada pihak-pihak yang mengajukan keberatan atas data dari penyelenggara, ketidaksinkronan data itu menjadi temuan dugaan adanya penggelembungan suara,” pungkasnya.(ysp/dan)