Sejak 14 April hingga pencoblosan, memang tidak dibolehkan adanya APK di jalan. Para kandidat tidak boleh melakukan kampanye. APK yang ada di jalan pun segera dicopot.
Kewajiban untuk membersihkan sampah visual sebetulnya berada di pundak pelaku pemasangan. Hanya saja, realitanya tak sama. Banyak dari mereka yang lepas tanggung jawab. Pada akhirnya tim gabungan dari Satpol PP, TNI-Polri, hingga Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) yang mengambil alih tanggung jawab tersebut.
Soal penumpukan sampah itu, dia mencoba melakukan komunikasi bersama temannya dengan topik sampah visual yang sudah beredar lama. Sebab, hampir setiap ada pemilihan umum bakal terjadi penumpukan sampah. Dimana pun. ”Berbagai macam angle (soal sampah digital) diambil luar dan dalam oleh media digital. Tapi kok belum dapat solusinya ya,” katanya bertanya.
Dari pandangannya, dia belum menemukan solusi untuk membersihkan sampah visual yang berserakan pasca pemilu. Atas keresahannya itu, pria berusia 26 tahun itu merasa perlu melakukan sesuatu. Tujuan utamanya, tentu saja meminimalisir sampah dari limbah yang ada. Akhirnya, dia mengambil alat kampanye yang terpampang di dekat rumahnya itu untuk dijadikan barang yang berguna.
Baca Juga:Pemkab Harus Tegas Tangani MirasDPRD Minta DKUPP Atasi Bank Emok
Idenya pun muncul. Ilmunya selama di perkuliahan berguna. Pertamanya dia mengumpulkan seluruh APK yang diambilnya. Setelah itu, dari APK yang ada kemudian dia mulai menggabungkan bendera-bendera partai dan dijadikan suatu barang yang unik. “Saya bikin patchwork gitu,” bebernya.
Adapun teknisnya, dari satu bendera dia melakukan split jadi empat bagian. Setelah itu diacak kembali biar menjadi motif yang diinginkan. “Saya pakai mood warna biru yang lebih banyak terinspirasi dari mood outter denim Jepang gitu. Dari cutting-annya sengaja saya buat kayak gitu, susah banget jahitnya dari kain satu ke kain lainnya,” ceritanya.
Memiliki ilmu di bidang DKV membuat jaket yang berbahan utama bekas tapi tetap memiliki estetika yang tinggi. Sama sekali tidak terkesan murahan. Kalau Virgil Abloh memakai elemen visual garis di jalan raya untuk jadi karakter karyanya, kali ini Tejet memanfaatkan elemen limbah visual sebagai sebuah karya yang fashionable.