Oleh : Ahmad Sahide
Dosen Magister Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Ramadan menjadi bulan yang bisa dikategorikan sebagai bulan pendidikan spiritual. Hal itu karena pada bulan ini, umat Islam berlomba untuk meningkatkan iman dan takwa kepada Allah SWT. Pada bulan ini, umat Islam seantero dunia akan memperbanyak amal ibadahnya; mulai dari intensitas bacaan Alqurannya, ikut pengajian di berbagai tempat untuk menambah wawasan keislamannya, memperbanyak ibadah salat berjemaah di masjid (terutama salat tarawih), serta kerelaan untuk berbagi kepada sesama yang membutuhkan.
Inilah sejatinya nilai-nilai yang hendak ditanamkan dan diperkuat dalam diri umat Islam dengan bulan pendidikan spiritual selama sebulan tersebut. Bulan yang penuh berkah serta segala amalan kita akan dilipatgandakan oleh Allah SWT. Setelah bulan Ramadan usai dan kita menjadi orang yang beruntung, maka kita yang berpuasa dengan kesungguhan hati, ikhlas karena Allah, akan meraih predikat suci lahir dan batin sebagaimana bayi yang baru lahir. Bagaiamanakah kecusian bayi yang baru lahir itu?
Bayi yang baru keluar dari rahim ibunya tidak mempunyai rasa benci, dengki, dendam dari sesamanya (bayi). Juga tidak menempatkan dirinya lebih tinggi dari yang lain meskipun ia dilahirkan dari keluarga yang kaya, pejabat dan segala kehormatan duniawi lainnya yang melekat. Itulah makna kesucian (fitrah) batin dari bayi yang baru lahir.
Baca Juga:Bulan Puasa, Ayam Bakar Pharampam Jadi AndalanBukber dan Tarling Pererat Tali Silaturahmi
Oleh karena itu, salah satu indikator keberhasilan kita selama menjalankan pendidikan spiritual selama sebulan penuh di bulan Ramadan ini ketika kita mampu mendidik diri kita untuk tidak membenci sesama, tidak merendahkan sesama, berperilaku jujur dan adil, serta kita terpanggil untuk berbagi kepada sesama karena Tuhan telah mengajari kita untuk mengetahui bagaimana rasanya menahan lapar dan dahaga. Inilah dampak sosial dari berpuasa pada bulan Ramadan. Bulan yang mampu mengantarkan kita menjadi pribadi yang sholeh secara individu dan sosial.
Harmoni Kebangsaan
Suasana kehidupan berbangsa dan bernegara menjelang Ramadan diwarnai dengan kabut hitam. Kecemasan dan ketakutan mengiringi hari-hari kita terutama menjelang dan sesudah 17 April lalu. Berita keseharian di berbegai media, terutama media sosial, diwarnai dengan ujaran kebencian, saling menghujat, saling memfitnah dan menyebar hoaks, serta saling klaim kebenaran karena ketidakmampuan meredam ego pribadi dan golongan. Kehidupan kita pun seolah kehilangan keadaban di ruang publik.