Tahun 2018, tepatnya April, DPD RI menginisiasi perubahan UU Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005. Dibentuklah lima tim ahli, dua dari PGRI dan tiga dari ADI yang bekerja selama enam bulan. Dari proses kerja tim ahli dan anggota DPD RI itu ditemukan masalah-masalah guru, di antaranya menyangkut: pemerataan, kompetensi, pelindungan, dan kesejahteraan.
Pemerataan
Bukan hanya kekurangan guru PNS dan guru tetap atau kontrak, Indonesia mengalami mismanajemen distribusi guru. Satu sekolah, satu kecamatan, atau satu kabupaten/kota kelebihan guru, sementara yang lainnya kekurangan guru. Perekrutan, penempatan, dan mutasi guru tidak profesional. Kecuali itu, setiap tahun banyak guru pensiun tetapi sudah empat tahun ini tidak ada perekrutan guru PNS atau guru kontrak atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Di satu sekolah di banyak daerah, hanya terdapat satu atau dua guru yang merangkap sebagai kepala sekolah, bendahara, sekaligus tenaga administrasi.
Guru bukan PNS di sekolah negeri 735,82 ribu orang dan guru bukan PNS di sekolah swasta 798,2 ribu orang. Jumlah tenaga guru honorer K2 saat ini mencapai 1,53 juta orang, dari jumlah guru keseluruhan sebanyak 3,2 juta orang. Saat ini, Indonesia kekurangan guru berstatus PNS sebanyak 988.133 orang (Safyra, 2018).
Baca Juga:Polsek Pamanukan Siapkan Sarana dan Prasarana PemudikGuru Sekolah Angkasa Kalijati Mengikuti Tes UKG Tahap III
Tingginya jumlahnya guru honorer merupakan bukti bahwa sekolah kekurangan guru. Banyak guru telah mengabdi belasan bahkan puluhan tahun tetapi statusnya masih honorer. Selain menjadi PNS, guru-guru yang sudah mengabdi dan dianggap kompeten bisa diangkat menjadi guru kontrak.
Sebelum guru-guru pensiun sudah disiapkan penggantinya minimal satu tahun sebelumnya. Pemenuhan kecukupan guru tidak hanya menghitung sekolah-sekolah negeri, tetapi juga sekolah swasta. Guru PNS atau kontrak diperbantukan di sekolah-sekolah swasta, bahkan mungkin di pesantren sebagai guru mengaji kitab kuning, menghafal Alquran, atau guru mengaji.
Skenario pemerataan guru bisa dilakukan dengan cara menawarkan kepindahan kepada guru, atau bisa dalam konteks minimal tiga (3) atau lima (5) tahun ke depan. Pertama, pengangkatan guru PNS atau guru kontrak berdasarkan domisili; kedua, menyiapkan putra-putri daerah terbaik kuliah di fakultas keguruan untuk dijadikan guru di daerahnya masing-masing. Selain pemerataan guru, pemerataan sapras juga menjadi kendala pendidikan bangsa ini. Akses jalan dan transfortasi siswa menuju sekolah, kualitas ruang kelas, toilet, perpustakaan, UKS, lapangan bermain, sangat jauh standarnya antar satu sekolah dengan sekolah lainnya. Kualitas sapras sangat berpengaruh terhadap kinerja guru dan motivasi belajar siswa.