Menanggapi hal ini, PPK Pengadaan Tanah Kemenhub Ngatiyo SIP menuturkan, undangan musyawarah ini dilayangkan berdasarkan arahan dari pimpinan serta rekomendasi dari TP4D. Ia mengungkapkan, selama ini proses yang dilakukan juga telah menempuh prosedur dan mekanisme yang berlaku.
“Soal sosialisasi dan musyawarah, sebelumnya waktu di pertemuan di Harper dengan Paguyuban sudah disepakati. Kita umumkan harga dulu untuk mereka (paguyuban) tapi kemarin setelah diundang, mereka ada tapi tidak masuk. Hari ini diundang lagi tidak mau juga, tapi nanti ada musyawarah lagi kita undang lagi,” kata Ngatiyo.
Mengenai proses mekanisme musyawarah bentuk ganti kerugian sendiri, Ngatiyo menyebut pengumuman harga bisa dilakukan tanpa harus menandatangani warkah, termasuk dalam kasus Paguyuban.
Baca Juga:Pemuda Harus Paham Digital MarketingPatahkan Politik Uang, Dang Agung Melenggang
“Warkah itu sebenarnya surat pernyataan, bahwa lahan itu ada orang yang menguasai bidang itu. Untuk direview itu harus ada warkahnya. Ini diumumkan dulu kan permintaan dari Paguyuban ingin tahu dulu harganya,” bebernya.
Meskipun demikian, dalam musyawarah mendatang pihaknya akan kembali mengundang warga pemilik lahan lainnya termasuk anggota Paguyuban.
Mengenai apakah ganti rugi akan dikonsinyasikan (dititipkan di pengadilan) atau tidak, Tim pengadaan tanah sendiri masih belum menentukan. Nantinya akan melihat situasi dan kondisi musyawarah bentuk ganti kerugian yang akan datang.
Dalam proses musyawarah sendiri, ada sebanyak 88 warga yang diundang baik pemilik lahan maupun penggarap. Hasilnya hanya 18 orang yang hadir dengan rincian 12 orang setuju dengan bentuk ganti rugi yang terdiri dari 5 orang pemilik lahan serta 7 orang penggarap. Sementara 70 orang lainnya tidak hadir yang mayoritas merupakan anggota Paguyuban.
Meski demikian jalannya musyawarah sendiri berjalan dengan lancar. Usai membentangkan spanduk warga paguyuban meninggalkan Aula Kecamatan serta warga lain yang hadir dalam undangan tetap melaksanakan musyawarah ganti kerugian.(ygi/dan)