Tidak Ada Perusahaan Ajukan Keberatan
KARAWANG-Seluruh perusahaan industri yang ada di Karawang dipastikan akan membayar THR untuk buruh sekitar Rp1,5 trliun. Dari 1.756 perusahaan industri yang ada di Karawang tidak ada satu pun yang melaporkan ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Karawang keberatan untuk membayar THR untuk buruhnya.
“Sampai saat ini kami belum mendapat laporan dari pihak perusahaan yang keberatan untuk membayar THR satu bulan gaji. Pembayaran THR harus dilakukan paling lambat satu minggu sebelum lebaran sudah dibayarkan kepada buruh sesuai dengan aturan. Karena belum ada perusahaan yang keberatan itu artinya dari 1.756 perusahaan industri tidak ada persoalan dengan pembayaran THR karyawannya,” kata Kepala Disnakertrans, Ahmad Suroto, kemarin.
Menurut Suroto, berdasarkan catatan Disnakertrans, ada sekitar 374.477 buruh yang ada di Karawang yang harus mendapatkan THR. Jika diambil nilai minimalnya THR dibayarkan sesuai dengan UMK Karawang yang mencapai Rp4.233.000 maka lalu lintas uang pembayaran THR mencapai sekitar Rp1,5 triliun. “Kita ambil minimalnya saja sudah sebesar itu, belum lagi mungkin ada bonus tambahan dari perusahaan. Harapan kami tentu ini bisa mensejahterakan kalangan buruh yang akan berlebaran,” katanya.
Baca Juga:DPMD Usulkan Pencairan ADD melalui GiroWarga Bisa Dapat Layanan BPJS Kesehatan Saat Mudik
Ahmad Suroto mengatakan sengketa dalam pembayaran THR antara buruh dan perusahaan tidak pernah terjadi di Karawang. Seluruhperusahaan sudah memahami kewajibannya dalam pembayaran YHR kepada karyawannya. Kalaupun ada kasus pernah terjadi tahun lalu ada perusahaan yang hanya mampu membayar THR setengah dari kewajiban membayar THR, namun setelah dilakukan musyawarah akhirnya disepakati sisanya dibayar setelah lebaran. “Kasus seperti itu bukan perusahaan tidak mau membayar THR secara penuh, tapi memang kondisi perusahaan sedang tidak sehat,” katanya.
Menurut Ahmad Suroto, tahun lalu juga ada peristiwa dimana satu perusahaan sama sekali tidak bisa membayarkan THR kepada karyawannya. Hal itu terjadi karena perusahaan mengalami kebangkrutan sehingga operasional perusahaan langsung berhenti. “Kalau kondisinya seperti itu kita tidak bisa apa-apa karena memang perusahaannya sendiri sudah berhenti beroperasi,” katanya.(aef/ded)