Permasalahan internal yang dialami oleh Koalisi Indonesia Adil Makmur tersebut dikarenakan Partai Demokrat selaku anggota dari koalisi tersebut, memberikan informasi kepada beberapa media, bahwa ketika mereka menjadi anggota dari Koalisi Indonesia Adil Makmur, saran yang mereka berikan kepada Prabowo tidak pernah diterima dengan baik. Bahkan permasalahan tersebut kini menjadi semakin pelik, ketika Partai Demokrat memberikan sinyal untuk keluar dari koalisi tersebut, dan memilih untuk mendukung Jokowi dan Ma’ruf Amin.
Di lain kesempatan juga, bahkan TKN (Tim Kampanye Nasional) Jokowi dan Ma’ruf Amin telah bersedia untuk menyambut Partai Demokrat masuk ke dalam jajarannya. Memang dalam dunia politik, peristiwa mengenai perbedaan pendapat, atau konflik internal dalam koalisi, sudah menjadi hal yang biasa. Akan tetapi, bukan berarti dengan adanya perbedaan tersebut para partai politik kehilangan wawasannya, untuk selalu mampu menerima hal-hal yang berlawanan dengan ideologi ataupun tujuan politiknya.
Apabila partai politik itu lebih mementingkan ideologinya, dan tidak pernah mendengar saran dari partai politik lain yang berada di dalam koalisinya, maka pantas saja jika partai politik tersebut dianggap sebagai partai yang sangat tidak bijaksana. Seharusnya partai politik bisa menjadi panutan yang baik bagi masyarakat, untuk menerima perbedaan pandangan politik, maupun perbedaan ideologi.
Baca Juga:Permudah Transaksi Tabungan Emas, Pegadaian Gulirkan Digital ServiceDesa Harus Mampu Kelola Sampah
Namun demikian, nampaknya hal tersebut seolah mustahil terjadi di negeri ini, karena pada akhirnya partai politik kini seolah-olah menjadi katalisator konflik politik yang tidak ada hentinya. Maka dari itu, sudah seharusnya kini partai politik menghilangkan citra negatifnya di mata masyarakat, dan partai politik harus bisa menerapkan provisionalisme dalam kegiatan politiknya.
Mengutamakan Provisionalisme
Bersikap provisional artinya bersikap tentatif dan berpikiran terbuka serta bersedia mendengar pandangan yang berlawanan dan bersedia mengubah posisi jika keadaan mengharuskan. Provisionalisme seperti itulah, bukan keyakinan yang tak tergoyahkan, yang membantu menciptakan suasana mendukung (suportif) (Devito, 2011: 289).
Tantangan bagi partai politik ketika berkoalisi denga partai politik lainnya, bukan hanya sekadar memenangkan pertarungan politik saja, tetapi juga pada saat ini partai politik harus berpikiran terbuka terhadap pandangan yang berlawanan dengan ideologi politiknya.