Selain mengakibatkan kastanisasi serta kecemburuan sosial, hadirnya sekolah favorit juga acap kali melahirkan pribadi – pribadi yang tidak jujur. Seleksi super ketat yang diberlakukan oleh sekolah – sekolah elit tersebut justru membuka celah bagi pihak – pihak tertentu untuk memperoleh keuntungan dengan cara – cara yang tidak wajar.
Fenomena jual beli kursi dengan harga selangit serta fenomena penitipan anak – anak pejabat maupun anggota dewan merupakan bentuk ketidakjujuran yang paling sulit untuk dihindari. Artinya, dengan diberlakukannya sistem zonasi, berbagai bentuk penyimpangan seperti di atas dapat dihilangkan.
Namun, niat baik pemerintah tersebut nyatanya belum mampu menggugah pihak sekolah untuk mewujudkan pemerataan mutu pendidikan tersebut. Masih banyaknya sekolah yang enggan untuk menerapkan sistem zonasi (sebagaimana mestinya) berpotensi membawa dunia pendidikan kita ke masa sebelumnya yang memiliki catatan buruk.
Baca Juga:Ruhimat: Kantor Kecamatan Sukasari dan Pusakajaya Rampung 2020Puskesmas Batangsari Segera Dibangun
Realitas menunjukkan banyaknya sekolah yang menjalankan sistem zonasi setengah hati. Berbagai alibi pun dikemukakan oleh pihak sekolah yang enggan untuk melaksanakan arahan dari pemerintah tersebut. Kondisi tersebut diperparah dengan sikap sebagian masyarakat yang tetap memaksakan diri untuk memaksakan anak – anaknya ke sekolah tertentu sekalipun tempat tinggal mereka cukup jauh dengan sekolah yang dituju.
Berbagai cara – cara tidak lumrah pun mereka lakukan untuk mendapatkan kursi bagi buah hatinya. Mulai dari memanipulasi dokumen kependudukan sampai dengan mengeluarkan sejumlah uang terpaksa mereka lakukan demi mendapatkan “yang terbaik” bagi anak – anaknya. Hakikat sistem zonasi nyatanya belum mampu dipahami oleh sebagian besar masyarakat kita. Akibatnya, istilah sekolah “elit” dan sekolah “alit” pun tetap sulit untuk dihapus dalam kamus pendidikan kita.
Adapun guru yang berperan penting dalam menyukseskan program pemerintah melalui redistribusi guru berbasis zonasi juga belum sepenuhnya mendukung program yang sangat baik tersebut. Sebagian guru lebih memilih untuk tetap berada di zona nyaman dan enggan untuk pindah ke sekolah lain yang lebih membutuhkan. Padahal,kehadiran mereka sangat diperlukan untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan di sekolah lainnya daripada sekolah dimana mereka mengabdi saat ini.
Agar pemerataan mutu pendidikan di negeri ini dapat benar – benar terwujud, diperlukan pemahaman yang sama antara pihak sekolah dan masyarakat tentang hakikat dari sistem zonasi. Sistem zonasi hendaknya tidak dimaknai sebagai bentuk larangan kepada masyarakat untuk mendaftar ke sekolah – sekolah tertentu yang mereka inginkan, melainkan sebagai bentuk semangat yang dibangun oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan di seluruh sekolah.