Pembelajaran Metakognitif dalam Setting Kolaboratif
Salah satu pendekatan pembelajaran yang bisa mengakomodir kemampuan berpikir reflektif tersebut adalah pembelajaran metakognitif (Schoenfeld, 1992 dan Nurkaeti, Turmudi dan Karso 2019). Hal ini karena dalam prosesnya, pendekatan metakognitif akan merangsang untuk melakukan refleksi terhadap hal-hal yang sudah dipelajari sebelumnya atau mungkin untuk memutuskan dan memprediksi kondisi mendatang yang mungkin (Muin, 2016) dan memuat strategi belajar, perencanaan, monitoring, dan evaluasi selama proses belajar (Carpenter &Gorg, 2000) serta akan membantu siswa atau mahasiswa menyadari kapan mereka memahami dan kapan mereka tidak memahami (Schoenfeld, 1992).
Metakognitif merupakan kata sifat dari metakognisi, yang dalam bahasa Inggrisnya berasal dari kata “metacognition” dengan prefik “meta” dan kata “kognisi”. Meta berasal dari bahasa yunani yang berarti setelah, melebihi atau diatas. Kognisi dapat diartikan sebagai apa yang diketahui atau apa yang dipikirkan oleh seseorang. Gambaran klasik mengenai kognisi meliputi “Higher mental processes” seperti pengetahuan, kesadaran, intelensi, pikiran, imajinasi, daya cipta, perencanaan, penalaran, penyimpulan, pemecahan masalah, pembuatan konsep, pembuatan klasifikasi-klasifikasi atau kaitan-kaitan, pembuatan symbol – symbol dan mungkin juga fantasi serta mimpi. Metakognsi mengacu pada kesadaran peserta didik terhadap kemampuan yang dimilikinya serta kemampuan untuk memahami, mengontrol, dan memanipulasi proses – proses kognitif yang mereka miliki.
Berdasarkan karakteristik bahwa proses yang dilakukan berupa tindakan untuk menyadarkan kemampuan kognitif peserta didik, maka proses ini merupakan keterampilan metakognitif. Peserta didik dipandu untuk dapat menyadari apa yang mereka ketahui dan apa yang mereka tidak ketahui serta bagaimana mereka memikirkan hal tersebut agar dapat diselesaikan. Schoenfeld (1987) menandai tiga kategori metakognitif dalam pembelajaran matematika, yaitu : Keyakinan dan intuisi, Pengetahuan mengenai proses berpikir, Kesadaran diri atau pengaturan diri.
Baca Juga:Ponpes Tahfidz Ibnu Hafidz Diresmikan, Berharap Bisa Membawa KeberkahanPedasnya Harga Cabai di Tengah Musim Kemarau
Beberapa strategi untuk mengembangkan prilaku metakognitif dinyatakan oleh Blakey & Spence (1990). Mereka menyusunnya dalam enam strategi sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi apa yang kita ketahui dan apa yang tidak kita ketahui
2. Menceritakan tentang pemikirannya
3. Mencaga catatan pemikirannya
4. Merencanakan dan melakukan pengaturan diri
5. Menanyakan proses berpikir
6. Mengevaluasi diri
Huitt (2008) menyatakan bahwa metakognisi meliputi kemampuan untuk bertanya dan menjawab pertanyaan – pertanyaan seperti, apa yang saya ketahui tentang topik ini?, apakah saya tahu apa yang perlu saya ketahui? Apakah saya tahu dimana saya mendapatkan informasi yang dibutuhkan? Apa strategi dan taktik yang dapat digunakan? Dan lain sebagainya.