Oleh: Fredy Mukti
Operator Lapangan di PT Pertamina ( Persero ) RU III , Palembang
Hal apakah yang terlintas dibenak kita ketika mendengar prasa industri tambang? Mayoritas kita pasti menyebutkan Freeport, Inalum dan atau industri lain yang mengindikasikan tentang uang atau kekayaan. Julukan “Heaven Earth” yang disandang oleh tanah air kita bukanlah julukan yang mengherankan. Hal ini mengingat begitu melimpahnya kekayaan alam kita terutama dalam sektor sumber daya alam dan mineral. UU. No.11 tahun 1967 menjadi pembuka jalan bagi kegiatan eksplorasi dan eksploitasi kekayaan bahan galian dan mineral bumi pertiwi.
Para investor baik dari dalam maupun luar berlomba-lomba untuk menanamkan modal di industri ini. Sehingga tidaklah mengherankan apabila terjadi peningkatan volume ekspor bahan galian mentah setiap tahunnya. Dalam jangka pendek, kebijakan ini menguntungkan kita karena negara mendapatkan tambahan pemasukan dari pajak industri pertambangan ini. Namun, sejatinya hal ini hanya kebijakan semu karena dalam jangka panjang kita malah tidak akan memiliki sumber daya alam yang cukup untuk kita manfaatkan bagi pengembangan industri dalam negeri.Menyadari akan fakta ini semangat untuk melakukan hilirisari industri pertambangan pun berkobar, pokoknya kita harus menjadi “Tuan Rumah” di negeri sendiri. Maka untuk mengusung semangat ini dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara (UU Minerba). Pemerintah akan melakukan Hilirisasi Industri Pertambangan dalam negeri dengan meningkatkan nilai tambah bahan galian sehingga negara dapat memperoleh keuntungan yang maksimal. Multiefek positif dari kebijakan ini tentu sudah tak perlu dipertanyakan lagi. Dengan adanya hilirisari industri pertambangan akan membuat kita melakukan peningkatan penguasaan teknologi, pembukaan lapangan kerja baru, peningkatan kontribusi finansial bagi negara sampai peningkatan kondisi perekonomian masyarakat sekitar.
Baca Juga:Kapolsek Sampaikan Pesan Kamtibmas, Ajak Warga Antisipasi KriminalitasPemcam Pamanukan Evaluasi Pelaksanaan APBDes
Untuk memperoleh keuntungan jangka panjang, pemerintah harus berani untuk mengenyampingkan keuntungan jangka pendek. Upaya pelarangan ekspor konsentrat dalam upaya mendukung program hilirisasi bahan tambang telah membuat indonesia mengalami penurunan penerimaan negara. Menurut Data Pusat Statistik (BPS) 2014 nilai ekspor indonesia hanya mencapai USD 14,48 milyar yang menunjukan penurunan jika dibandingkan nilai ekspor pada tahun 2013 yang berjumlah USD 15,38 milyar. Penurunan sebesar 70,13 persen yang semula USD 997 juta menjadi hanya USD 291,8 juta. Dirjen pajak juga menyebutkan kita akan mengalami penurunan Rp 20 Trilyun jika ekspor konsentrat tetap dilarang.