KOTA BANDUNGÂ — Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil bertekad meningkatkan Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif (IPEI) Jawa Barat dengan menerapkan program-program yang tepat.
Menurut Ridwan Kamil (RK), terkadang permasalahan kabupaten/kota di Jawa Barat bukan soal kurangnya dana maupun ilmu, tetapi bersumber dari program yang tidak tepat menuntaskan inti masalah.
“Saya menduga permasalahan banyak di situasi seperti itu (program tidak tepat). (Acara) hari ini penting, karena akan dipaparkan secara ilmiah oleh konsultan dan tim ahli,” ujar RK dalam Forum Pembangunan Daerah (FPD) 2019: Pembangunan Ekonomi Inklusif untuk Penurunan Kemiskinan yang Berkelanjutan di Jawa Barat kerja sama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan SMERU Research Institute, Selasa (30/7/19).
Baca Juga:Ridwan Kamil Pastikan Penyelenggaraan Pemerintahan Jabar Tidak TergangguPemdaprov Jabar Jadi Benchmark Diklat RRI
Dia pun menegaskan bahwa program harus diterapkan secara adil, di mana adil yang tepat adalah proporsional, bukan sama rata. Dalam forum tersebut, Jawa Barat sendiri dinilai kurang dalam Pilar II IPEI terkait pemerataan pendapatan dan pengurangan kemiskinan.
Meski begitu, RK menegaskan Pemerintah Daerah Provinsi (Pemdaprov) Jawa Barat (Jabar) terus berupaya menanggulangi kemiskinan sambil menjaga pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari angka pertumbuhan Indonesia.
“Ujung-ujungnya Jabar harus juara lahir batin karena cara bekerja, logika dan inovasinya mengarah pada kesejahteraan yang dipertanggungjawabkan,” ucap RK.
Berdasarkan data Bappenas, Jawa Barat yang pertumbuhan ekonominya adalah 5,6, memiliki nilai 6,13 terkait pemerataan pendapatan dan pengurangan kemiskinan. Itu jauh berbeda ketimbang pencapaian 7,76 milik Bangka Belitung di posisi satu.
“Pemerataan pendapatan (ketimpangan) dan pengurangan kemiskinan Jawa Barat masih relatif tinggi ketimbang provinsi lain,” ujar Amalia Adininggar Widyasanti, Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bidang Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan.
“Artinya ke depan, jika kita bedah tidak berhenti hanya di pilar tapi juga indikator-indikator Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif itu, akan terlihat bahwa masing-masing kabupaten/kota punya kebutuhan intervensi kebijakan yang berbeda-beda,” imbuhnya.
Membedahnya, dengan menilik indikator Pilar II Sub Pilar 2.1 Ketimpangan yakni rasio gini, sumbangan pendapatan perempuan, dan rasio rata-rata pengeluaran rumah tangga desa dan kota. Sementara indikator Sub Pilar 2.2 Kemiskinan adalah persentase penduduk miskin dan rata-rata konsumsi protein per kapita per hari.