Amalia pun mengingatkan pentingnya intervensi kebijakan di kabupaten/kota untuk melahirkan program yang tepat.
“Oleh karena itu desain kebijakan atau program yang dikemas masing-masing kabupaten/kota menjadi titik kunci agar secara keseluruhan Provinsi Jawa Barat bisa mengakselerasi pertumbuhan ekonomi yang inklusif,” kata Amalia.
Secara keseluruhan dari tiga pilar yang ada, Jawa Barat menempati urutan 12 dari 34 provinsi se-Indonesia dengan IPEI sebesar 5,93.
Baca Juga:Ridwan Kamil Pastikan Penyelenggaraan Pemerintahan Jabar Tidak TergangguPemdaprov Jabar Jadi Benchmark Diklat RRI
Di Jawa Barat, Kabupaten Cianjur memiliki Indeks Inklusif terendah yakni 4,99. Selain Cianjur, tujuh kabupaten lain yakni Kab. Garut, Tasikmalaya, Sukabumi, Bandung Barat, Cirebon, Subang, dan Ciamis memiliki tingkat inklusivitas sangat rendah di bawah 5,40 (merah).
“Sangat dibutuhkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan dana desa untuk membangun desa agar inklusif. Kalau saya boleh usul, program dana desa itu diarahkan saja untuk mengatasi indikator-indikator ekonomi inklusif yang masih merah tadi,” tutup Amalia.
Selain Amalia, hadir Widjajanti Isdijoso Plt. Direktur The SMERU Research Institute, Athia Yumna peneliti senior dari The SMERU Research Institute, serta para Bupati/Walikota serta Kepala Bappeda se-Jabar.
Forum ini bertujuan untuk memfasilitasi dialog antar pemangku kepentingan guna mendapat opsi kebijakan penanggulangan kemiskinan sehingga pembangunan yang dilakukan di Jabar lebih inklusif. (HUMAS JABAR)