PURWAKARTA-Sub Keagamaan Kesra Sekretariat Daerah (Setda) Pemkab Purwakarta, memverifikasi kelengkapan administrasi 135 pasangan suami istri warga Kecamatan Bojong, Jumat (2/8). Pasalnya, 135 pasangan suami istri belum memiliki akta nikah dan rencananya, akan diikutsertakan untuk mengikuti sidang Isbat yang akan digelar secara massal pada Jumat (9/8).
Staf Sub Keagamaan Kesra Setda Pemkab Purwakarta, yang tergabung dalam tim pasilitator sidang Isbat Wawan Supriatna SAg menyebutkan, verifikasi perlu dilakukan. Agar pada saatnya nanti, pihak Kesra dan Pengadilan agama Purwakarta yang akan menggelar sidang Isbat massal dengan sistem jemput bola memiliki akurasi data yang valid.
“Yang kita butuhkan adalah adiministrasi berupa surat pengantar dari Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Bojong, yang menerangkan pasangan suami istri itu belum tercatat di KUA. Tapi pasangan tersebut diketahui sudah menjadi pasangan suami istri dan tinggal menetap di desa, yang dinyatakan surat pengantar dari desa asal tinggal dengan surat domisili,” papar Wawan.
Dari 135 pasangan suami istri yang belakangan diketahui rata-rata sudah miliki keturunan anak, dari hasil nikah bawah tangan tersebut,nanti pada sidang Isbat oleh Pengadilan agama tak akan lolos seluruhnya.
Baca Juga:22 Izin Perumahan Tidak DirekomendasiDisdamkar PB Distribusikan Air Bersih, 61.000 Liter di 6 Kecamatan
“Bagi pasangan suami istri yang pada persidangan Isbat kali ini diketahui, ternyata istri yang dinikahinya merupakan istri keduanya. Pengadilan agama bisa menolak pasangan itu dan kepadanya tak diberikan akta nikah. Artinya ditolak Pengadilan Agama,” imbuh Wawan.
Perlu diketahui, Wawan menjelaskan, biaya sidang Isbat itu sepenuhnya didanai Pemkab Purwakarta dan bersumber dari APBD.
“Andai Pasutri itu melakukan sidang Isbat secara reguler atau perorangan di luar program sidang Isbat massal, maka biaya yang harus dibayarkan ke pihak Pengadilan Agama Purwakarta akan menyentuh Rp 1.050.000 per Pasutri,” jelasnya.
Biaya sebesar itupun tak mutlak sama, tapi akan disesuaikan dengan radius domisili pasutri yang akan ikuti sidang Isbat reguler
“Mumpung ada kesempatan, sebaiknya hal itu dimanfaatkan warga Bojong,” tandasnya.
Soal terjadinya Pasutri yang nikah dibawah tangan, menurut Wawan, itu terjadi akibat kultur budaya di pedesaan ,yang menganggap nikah secara agama sudah sah. Faktor ini dipengaruhi oleh ekonomi calon Pasutri dan jauhnya jarak antara kantor KUA dengan domisili calon pasutri sebelumnya, atau faktor lain,” tutupnya.