SUBANG-Ratusan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Buruh Persatuan (FSBP) dan Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Kabupaten Subang, melakukan aksi damai di kantor Bupati Subang, Kamis (8/8).
Menurut Kordinator Aksi Rahmat Saputra mengatakan pada Pasundan Ekspres, aksi damai yang dilakukan oleh para buruh tersebut dalam rangka menolak UU 13 Tahun 2003 versi pengusaha dan pemerintah, juga menolak upah padat karya untuk sektor garment, serta tetap berlakukan upah minimum sektoral.
“Beberapa waktu ke belakang telah ramai pemberitaan tentang rencana pemerintah tentang revisi UU 13 tahun 2003, tentang ketenagakerjaan, yang dimana usulan revisi tersebut merupakan usulan dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo),” jelasnya.
Wacana tersebut, kata Rahmat, ternyata sebagai keinginan pengusaha yang telah diakomodir oleh pemerintah melalui kementrian tenaga kerja dan Presiden, serta DPR RI. Menurut Rahmat, hal tersebut merupakan berita buruk, bagi buruh di Indonesia, khususnya bagi kaum buruh di Kabupaten Subang, karena jelas Rahmat agenda tersebut jelas mengarah proteksi terhadap kaum buruh.
Baca Juga:Waspada Fintech, Jangan Tergiur Pendanaan InstanCetak Digitalpreuneur, Smartfren Sasar Milenial STIE Wikara
“Kalau ini dibiarkan, jangankan kita mendapatkan upah layak, atau kesejahteraan. Tidak direvisi saja, UU itu sudah cukup bikin kita sengsara. Apalagi direvisi dengan usulan para pengusaha, makin saja kita sengsara. Makin saja kita jauh dari kesejahteraan. Maka kami akan terus berjuan untuk menolak revisi UU 13 tahun 2003, versi pengusaha dan pemerintah,” tambahnya.
Berikut adalah poin-poin usulan Apindo terhadap revisi UU 13 tahun 2003, yang mendapat penolakan dari para buruh. Pertama, penerapan politik upah murah terutama bagi buruh yang bekerja pada sektor padat karya (garment). “Pengusaha dibidang tersebut bisa dan boleh memberikan upah di bawah UMK pada buruhnya,” katanya.
Kedua, tentang perluasan system outsourching atau kerja kontrak, serta pemagangan pada semua jenis pekerjaan. “Usulan kedua ini, semakin menjauhkan rakyat dari kepastian tentang statsus kerja,” tambahnya.
Berikutnya dalam usulan dari APINDO, ada poin penghapusan hak pesangon. “Hal itu berarti menghapus jaminan keamanan dan kepastian kerja, karena pekerja bisa kapan saja di pecat atau PHK,” ungkapnya.
Poin terkahir, yang gila lebih lagi, yaitu tentang mogok kerja yang dibatasi. Bahkan mogok kerja yang tidak sah dianggap sebagai tindakan pidana. “Ini jelas memberikan peluang bagi pengusaha untuk menuntut buruh mengganti semua kerugian perusahaan karena mogok kerja,” pungkas Rahmat Saputra.(idr/vry)