Oleh: Sang Ayu Piastini Gunasih
Dosen Program Studi Akuntansi Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), literasi keuangan adalah rangkaian proses atau aktivitas untuk meningkatkan pengetahuan, keyakinan serta keterampilan konsumen dan masyarakat luas sehingga mereka mampu mengelola keuangan dengan baik.
Menurut survei yang dilakukan OJK pada 2013, saat ini hanya 21,84% penduduk yang bisa dikategorikan sebagai well literate. Kategori well literate didasarkan atas pengetahuan dan keyakinan seseorang tentang lembaga jasa keuangan serta produk jasa keuangan, termasuk fitur, manfaat dan risiko, hak dan kewajiban terkait dengan produk dan jasa keuangan serta memiliki keterampilan dalam menggunakan produk dan jasa keuangan.
Baca Juga:Dindin Nugraha: Seni Sebagai Ekspresi IdeFutsal Agustusan Antar Instansi
Sekitar 78% penduduk sisanya masih dikategorikan sebagai masyarakat yang buta dan/atau belum memiliki keterampilan dalam menggunakan produk dan jasa keuangan. Salah satu akibatnya adalah masih banyak masyarakat yang belum mampu mengelola aset-aset keuangannya secara optimal, sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi lambat dan akhirnya membentuk berbagai ketimpangan golongan dalam masyarakat yaitu golongan ekonomi atas, menengah, dan bawah. Salah satu literasi keuangan yang saat ini sedang gencar dicanangkan oleh pemerintah adalah mengenai pengetahuan investasi saham di pasar modal.
Menurut data yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia (BEI), investor di pasar modal masih di dominasi oleh asing. Dari 300 juta penduduk Indonesia hanya sekitar satu juta investor yang meninvestasikan asetnya dalam bentuk saham di BEI. Artinya, hanya 0,3% penduduk Indonesia yang menanamkan modalnya di perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI.
Angka tersebut tentunya sangat jauh apabila dibandingkan dengan negara-negara tertangga terdekat, sebagai contoh, Malaysia sekitar 3,8 juta atau 12,8% penduduknya sudah menginvestasikan asetnya dalam bentuk saham di pasar modal, Singapura sekitar 1,5 juta atau 30%, dan China lebih 100,4 juta atau 13,7%. Minimnya pengetahuan dan keyakinan masyarakat Indonesia mengenai lembaga-lembaga jasa keuangan yang ada dapat dilihat dari data penyimpanan aset keuangan yang masih banyak disimpan dalam bentuk rekening koran di bank.
Sekitar 180 juta jiwa atau 0,6% masih merasa nyaman menginvestasikan asetnya dalam rekening koran. Sisanya menginvestasikan dalam bentuk properti ataupun barang mewah. Ini terjadi akibat persepsi yang ada di tengah masyarakat bahwa investasi saham di pasar modal butuh uang banyak, risikonya tinggi sehingga hanya untuk kalangan menengah atas.