Jika sejenak kita melacak apa yang menjadi penyebab dari perilaku-perilaku tersebut, maka jawabannya terletak pada lemahnya komitmen dan istiqomah manusia dalam melaksanakan nilai-nilai ajaran agama Islam. Manusia merupakan produk dari sebuah pendidikan keluarga, yang didalamnya diwujudkan visi misi dan arahan pendidikan dan cita-cita istri/anak, yang diusung oleh bapak/suami, istri/ibu, dan anak. Seberapa kuat peranan keluarga sebagai medium dakwah dilaksanakan agar para suami, istri dan anak bisa mempunyai komitmen amanah, ibadah dan profesional dalam amaliah di berbagai aspek kehidupan. Peranan keluarga sangatlah penting, ia penentu bangkit dan hancurnya sebuah bangsa, sehingga ada istilah “al-Usrah ‘imad billad Biha ahkyat wa biha tamuut”, keluarga adalah tiangnya negara, dengan keluarga negara bisa bangkit dan negara bisa hancur.
Rekaman Heroik Historis
Allah telah memberikan rekaman gambaran tentang kisah-kisah keluarga para nabi dalam menjalankan misi dakwah yang dimanahkan Allah, seperti kisah keluarga nabi Luth yang istri dan anaknya durhaka, kisah Nabi Luth yang anaknya durhaka, dan beberapa kisah lainnya. Allah menampilkan uswah hasanah sebuah keluarga yang mempunyai “tingkat ketauhidan dan ketaatan tinggi yang sama” seluruh anggota keluarganya yaitu, Ibrahim sebagai bapak, Siti Hajar sebagai istri, dan Ismail sebagai anak. Hampir semua anggota keluarga Nabi Ibrahim mendapat hantaman ujian yang sangat berat. Puncak ujian terekam dalam :
Atas perintah Allah, Siti Hajar ditinggalkan oleh Ibrahim di sebuah lembah yang kering, tandus, tidak ada sumber mata air, serta tidak berpenghuni. Hajar menggendong Ismail yang masih bayi harus berjuang keras mencari sumber mata air. Ia dengan tulus, ikhlas, sabar, dan berjuang keras mencari sumber mata air dari berlari ke sebuah bukit shofa kemudian ke bukit marwah, dengan kesabaran tinggi inilah Allah memberikan reward kepada Hajar dengan menggelontorkan sumber mata air. (QS. Ibrahim: 37).
Baca Juga:Personil Wajib Baca Buku, Lanud Suryadarma Tingkatkan Minat LiterasiMasa Akhir Jabatan, Yani Serahkan 3 Ekor Sapi
Disaat Ismail sedang dalam masa tumbuh dewasa, Allah memerintahkan kepada Ibrahim untuk menyembelih putranya bernama Ismail. Ibrahim sebagai bapak yang tauhid tinggi harus ikhlas untuk menyampaikan dan melaksanakan hal ini kepada putra yang sangat dicintainya. Ismail sebagai anak yang mempunyai ruh tauhid tinggi refleks menjawab, “ Wahai Bapaku lakukanlaha\ apa yang Allah perintahkan, Insya Allah Bapak akan mendapati aku sebagai orang yang sabar”, Ketika dua insan yang tulus, ikhlas, sabar, dan istiqomah dalam melaksanakan perintah Allah itu, Allah menggantinya dengan sembelihan lain. (QS. Ashofat : 102-106).