Menancabkan ‘Ibrah (pelajaran)
Penyataan Allah bahwa dalam kisah-kisah tersebut terdapat pelajaran bagi orang yang berakal, mengandung makna bahwa kita harus mengambil pelajaran-pelajaran ruh sejarah tersebut dalam kehidupan kita saat ini. Kalau seorang Fhilosof mengatakan, “ Cogitu ergo sum “ aku berpikir karena itu aku ada ”. Maka keberadaan kita sebagai manusia akan disebut layak jika kita mengerahkan kekuatan berpikir untuk mennyelami kesalahan-kesalahan yang telah kita lakukan, sekaligus mengambil ‘ibrah-‘ibrah untuk memperbaiki kebobrookan dan kelemehan keluarga-keluarga muslim kita.
Ada beberapa disorientasi yang dialami keluraga muslim dalam menempuh bahtera keluarganya antara lain, Orientasi pendidikan dan dakwah keluarga yang jauh dari agama, kebanyakan pendidikan keluarga diprioritaskan dan diarahkan untuk duniawiyyah dan scientific semata-mata. Anak disiagakan jam belajar untuk bimbel atau les sempoa, bahasa Inggris, IPA, komputer, Kimia , Biologi, dan lain-lain. Orang tua tidak mempunyai komitmen agama yang tinggi sehingga ayah dan ibu tidak menjadi figur keshalihan spiritual, baginya yang penting bekerja keras membanting tulang menjacri uang sebanyak-banyaknya untuk kehidupannya. Longgarnya penguatan keislaman para keluarga muslim saat ini mengakibatkan anak-anak terbuai, tenggelam dalam gelimang lumpur gaya hidup dan gaul bebas, kriminalitas, pornografi, narkoba, budaya kekerasan, tawuran dan menyebarnya virus falsafah “menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan”. Semakin menjauhnya generasi muda Islam terhadap materi dan aktivitas keislaman Menyadari peran pentingnya keluarga tersebut, maka butuh figur-figur anggota keluarga sebagai sumber inspirasi perkembangan bangsa. Maka Idul Adha kali ini sebagai momentum yang tepat untuk mengambil pelajaran dari suri tauladan (uswah hasanah ) dari tiga sosok sejarah yang sangat mempengaruhi perjalanan peradaban dan syariat Islam, yaitu sosok Ibrahim, Siti Hajar, dan Ismail.
Semua gerakan syariat ibadah haji dan penyembelihan hewan qurban adalah bermuara pada membangun komitmen dan kekuatan istiqomah tauhid yang diwujudkan dalam aneka fungsi kehidupan. Seseorang yang mempunyai kekuatan tauhid tingkat tinggi maka ibarat ia mempunyai “rem cakram “ kehidupan dalam melawan nafsu-nasfsu bisikan nafsul hayawan yang menjurus pada perilaku maksiat, koruptif, machiavelieme dan munkarat. Trio raksasa sejarah merupakan rekaman tiga orang yang mempunyai komitmen tauhid tinggi, ketika itu merupakan perintah Allah, maka ketiga sosok tersebut “ikhlas dan pasrah melaksanakan perintah-Nya”, walaupun itu mengorbankan nyawa sekalipun. Saat ini ruh ketiga raksasa sejarah tersebut harus ditancabkan kedalam jasad para suami/ayah, istri/ibu, dan pada anak-anak kita di era modernitas.