Minta Bupati Mediasi Konflik Agraria
KARAWANG-Puluhan petani yang tergabung Serikat Petani Karawang (Sepetak) menggeruduk kantor Pemkab Karawang. Para petani itu meminta Bupati Karawang, Cellica Nurrachadiana untuk memediasi adanya konflik agraria antara masyarakat dengan Perum Perhutani.
Kordinator Aksi, Hilman Tamimi mengatakan, persoalan tanah yang mengarah pada konflik melibatkan masyarakat dengan BUMN dan swasta/koorporasi yang terus berlangsung dari tahun ke tahun, telah mendorong pemerintah mengambil langkah setidaknya bertindak untuk tujuan dua variable kerja, yaitu menangani konflik dan mengantisipasi terjadinya serta meluasnya konflik itu sendiri melalui Peraturan Menteri No 12 tahun 2017 tentang Pendaptaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) dan Instruksi Presiden No 2 tahun 2018. “Bagi pemerintah PTSL merujuk pada program besar Nawacita dalam fokus agenda Reforma Agraria,” ujarnya saat berorasi, Kamis (15/8).
Dikatakan, seperti adanya konflik tanah yang terjadi di Desa Tanjung Pakis yang ditunjuk BPN Karawang sebagai salah satu desa penerima program PTSL pada tahun 2018 sampai saat ini sebagian besar masyarakat yang menjadi subjek PTSL belum menerima sertipikat. Sebab hampir seluruh objek PTSL diklaim masuk tanah Perum Perhutani. Bahkan klaim kehutanan atas tanah masyarakat di desa Tanjungpakis hampir mencapai 70 persen dari luas desa Tanjungpakis yang didalamnya mencakup pemukiman dan areal pertambakan.
Baca Juga:Forum Pemuda Dusun V Pagadungan Desa Purwasari Bangun Rutilahu tanpa Biaya PemerintahBPKD Optimis Capai Target Pajak BPHTB
“Kami minta penjelasan, kenapa sertifikat program PTSL tidak keluar dan adanya klaim dari perutani jika itu masuk tanah kehutanan,” katanya.
Sebeb, lanjut Hilman, saat pertemuan multi pihak yang dimediasi oleh Asda I Pemkab Karawang pada tanggal 1 agustus 2019 di gedung Asda I, Perum Perhutani yang hadir dari berbagai jenjang seperti Divisi Regional Jabar-Banten, Kawasan Pemangku Hutan Purwakarta dan Bagian Kesatuan Pemangku Hutan Cikiong menyampaikan dasar pengukuhan kawasan hutan dan/atau kelompok hutan melalui SK Mentan nomer 92/uml1954 tentang penunjukan kawasan hutan, penataan batas kawasan hutan Cikiong tahun 2003 dan penataan batas kawasan hutan tahun 2016. Sedangkan dasar hukum yang diajukan perum perhutani sama sekali tidak bisa dipertanggungjawabkan.
“Sebab SK Mentan no 92/um/1954 tentang penunjukan kawasan hutan tidak mencantumkan Cikiong sebagai salah satu kawasan hutan dan/atau kelompok hutan yang ditunjuk,” katanya.