PURWAKARTA Sedikitnya 79 putra putri dari siswa SLB Budi Utama Plered penyandang disabilitas, seperti tuna ganda, tuna daksa, hyper aktif dan lainya, tetap semangat memeriahkan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke 74. Para siswa berbaris di bawah panduan guru gurunya, mereka memposisikan diri di sisi lapangan warung kandang yang digunakan upacara HUT RI ke-74. Secara kebetulan jarak antara Kampus SLB cukup dekat dengan lapangan.
Kepala Sekolah SLB Budi Utama, Tatan Budiman SPd menyebutkan, dibutuhkan waktu panjang dan khusus guna memberi pemahaman, kepada anak anak asuhanya untuk menyambut Hari Besar Nasional. Tujuannya, agar mereka mau diajak bersosialisasi dengan ratusan warga Plered sebagai peserta upacara kala itu.
“Kurang lebih dua pekan, mereka siswa siswi kami diberi keterampilan aneka giat berkesenian sesuai dengan kemampuanya. Dibantu para tenaga pendidik, yang terampil dibidangnya. Dalam waktu singkat itu, akhirnya para siswa paham tentang maksud yang kita rencanakan,” papar Tatan Budiman.
Baca Juga:Distarkim Antisipasi Pohon Rawan TumbangDesa Banggala Mulya Peringati Hari Krida Tani
Hal yang sama, juga diungkapkan Anisa guru SLB Budi Utama. “Tidak gampang memang memberikan nalar siswa SLB Budi Utama, untuk respect akan tujuan pembelajaran yang kita maksud. Dibutuhkan trik khusus yang hanya dikuasai oleh guru guru SLB yang menempuh jenjang pendidikan khusus,” terang Anisa yang mengaku Alumny Uninus Bandung itu.
Sekolahnya juga, kata dia, saat menempuh pendidikan khusus guru SLB ini cukup sulit. Bayangkan saja, saat sebagai orang normal harus mentransfer ilmu, pada siswa penyandang disabilitas. “Kita harus paham dulu bahasa isyarat sebagai bahasa pengantar ilmu,” terang Anisa.
Sebagai para meter keberhasilan guru guru SLB, mungkin hari ini bisa dicontohkan para siswanya. Dari mulai jenjang pendidikan TK hingga SMA, kompak sambut HUT RI dengan antusias. Itu tak gampang jika dibanding siswa biasa normal,” sambungnya.
Namun, lanjut Anisa, karena sudah terbisa dan paham bahasa isyarat, sebagai bahasa pengantar antar guru dan siswa. “Kesulitan itu sudah terbiasa kami atasi, dan para siswa akhirnya tampak ceria saat diminta berbaris ikut upacara,” tutup Anisa.