PURWAKARTA-Penerapan Zonasi Nilai Tanah (ZNT)yang diterapkan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Pemkab Purwakarta, dinilai aparatur desa memberatkan para pelaku bisnis jual beli tanah. Terutama saat akan melakukan pengajuan validasi bea pajak Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), guna mendapatkan Akta Jual Beli Tanah (AJB).
Hal tersebut dikeluhkan Sekretaris Desa Cianting Kecamatan Sukatani, Endang Muhtar. Menurutnya, penerapan ZNT membuat kost pengeluaran pajak transaksi lahan sejumlah warganya naik. “Hal itu bisa menyebabkan tertundanya pengajuan validasi BPHTB, akibat membengkaknya nilai ZNT yang harus dibayarkan,” terangnya.
Sebelumnya, sebut Endang Muhtar, pihaknya dibuat kaget saat mengajukan Validasi BPHTB ke Kantor Bapenda salah seorang warganya. Berdasarkan ketentuan baru pertanggal 12 Agustus 2019, setiap pengajuan validasi BPHTB diharuskan melampirkan berkas ZNT dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Purwakarta.
Persoalanya, kata Endang, muncul dua angka nominal pajak yang berbeda atas pajak validasi BPHTB. Sebelumnya, keharusan pemohon hanya wajib membayar Pajak BPHTB senilai Rp 1.500.000 atas transaski lahan seluas 3.160 M2 dengan nilai NJOP Rp 2.700.
Baca Juga:Bank Nusamba Plered Sosialisasikan Tentang Tata Cara Gugatan Sederhana16 Band Semarakkan Harmoni Art Day Polibisnis
Ditambahkan Endang Muhtar, karena belum melampirkan berkas ZNT dari BPN, proses validasi BPHTB tertahan hingga berhari hari. Ketika muncul berkas ZNT dari BPN, nilai nominal pajak yang harus dibayarkan ternyata lebih mahal dua kali lipat. “Dari keharusan semula yang hanya Rp 1.500.000 menjadi Rp 3 .000.000. Akhirnya, Endang pun urung melanjutkan pengajuan Validasi BPHTB atas warganya itu, hingga mendapat keterangan lebih lanjut dari Bapenda.
“Sejak hari Jumat(22/8) lalu berkas ini saya simpan saja dilaci, karena warga pemohonpun mengaku keberatan dengan nominal yang harus dibayarkanya,” tutupnya.
Dihubungi dikantornya, Kepala Badan Pendapatan Daerah, Nina Herlina S.Sos mengatakan, keharusan melampirkan berkas ZNT dari BPN Purwakarta, atas Validasi BPHTB merupakan nilai pembanding. Hal itu dilakukan atas saran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyusul dibuatnya MoU antar KPK, BPN serta Bapenda. Seluruh Jabar yang akan melakukan pemantauan yang terintegrasi atas dugaan kebocoran pajak Validasi BPHTB sejak tahun 2011. BPHTB merupakan pendapatan daerah. Pada praktiknya selama ini, ada terindikasi kebocoran pemasukan pajak daerah dari sektor BPHTB, yang lebih disebabkan tidak transparannya pelaporan transaksi jual beli atas tanah, oleh pihak terkait secara terintegrasi.