Selain itu, lanjut Toto, jika ada keadaan darurat atau emergensi untuk menuju RSUD maka warga terpaksa berputar dan jaraknya bakal semakin jauh. “Harusnya PT KAI memperbaiki palang pintunya dan menjadi tanggung jawab PT KAI. Ini malah meresahkan masyarakat dengan menutupnya,” katanya.
Menurutnya, di kabupaten Karawang itu ada 72 perlintasan kereta tanpa palang resmi. Jadi harusnya PT KAI juga lebih bijak menyikapi kejadian kecelakaan beberapa waktu lalu dengan menyiapkan palang pintu bukan dengan menutupnya. “Kami minta agar perlintasan di Warung bambu itu dibuka, sebab jika membuat underpass memerlukan waktu dan biaya tidak sedikit,” katanya.
Sementara itu, salah seorang warga Desa Warungbambu yang biasa menjaga palang pintu, Asep meminta agar palang pintu kereta itu bisa dibuka kembali. Sebab itu merupakan satu-satunya ladang mencari uang bagi keluarganya. “Akibat penutupan palang pintu itu, saya jadi nganggur. Sebab untuk dapat kerja itu susah,” kata Asep yang lulusan sekolah dasar itu. (use/ded)