Meski demikian hidup harus tetap berlanjut. Ujang bisanya bikin genteng, ya tetap bikin genteng. Ujang dan kawan-kawan menanti keberpihakan mengarah ke ratusan pengrajin genteng, yang bermata pencaharian secara turun temurun.
Kini, mungkin tinggal setengahnya dari ratusan lio genteng yang mempekerjakan maksimal buruh buruhnya, yang juga berkurang akibat alih propfesi ke galian batu.
“Ya, seperti sengatan terik panas matahari itu seolah mengajarkan kami untuk tetap berkarya dan terus berkarya, untuk membuat teduh rumah rumah warga yang tetap membeli genteng produksi kami,” tutup Ujang yang pamit untuk kembali mbolak balik jemuran gentengnya.(*/vry)