Ternyata saya ini belum masuk stadion. Harus masuk ruang makan dulu.
Ruang makan itu ditata persis seperti restoran. Tiap meja diisi 4 kursi. Saya di meja 23. Bersama satu keluarga dari Liverpool: bapak-istri-anak yang masih kecil.
Makanannya disajikan prasmanan. Ada steak, burger, sandwich, kentang, dan banyak lagi. Minumannya lengkap: wine, bir, minuman ringan, teh, dan kopi.
Saya sudah terlanjur kenyang dengan toast berkeju tadi.
Baca Juga:Nana Mulyana Nakhodai Menwa SubangBupati Apresiasi Gotong Royong Warga Cidadap
Belakangan saya menyesal kok tidak mencicipi sama sekali makanan itu. Kan harus tahu kualitas rasanya. Tapi bayangan saya jelas: tidak mungkin ada yang bisa mengalahkan toast berkeju di bar gereja itu.
“Saya tidak makan. Bolehkah saya langsung ke dalam stadion?” tanya saya.
“Pintunya baru dibuka setengah jam lagi,” jawab petugas resto.
Tapi saya tetap tidak akan makan dan minum.
Akhirnya saya boleh langsung ke stadion. Saya harus ke lantai 4. Tempat duduk saya di level 2. Di barisan ke dua. Enak sekali. Menghadap ke tempat pemain keluar ke lapangan. Saya bisa melihat kedua pelatih.
Sebelah kanan saya orang Mesir. Pengacara. Tidak henti hentinya merekam video. Saya bantu ia merekam video dirinya –sekedar alasan agar saya juga bisa dibantu mereka video.
Kanan saya satu keluarga dari Liverpool. Rumahnya 25 km di selatan stadion.
Tempat duduk di stadion sepak bola Inggris beda: sangat dekat ke lapangan. Barisan penonton paling depan paling hanya tiga meter dari lapangan.
Stadion di sana memang khusus hanya untuk sepak bola. Tidak harus ada trek yang melingkar itu. Yang biasanya untuk lomba lari itu.
Baca Juga:Pembangunan Taman Berikan Ruang Nyaman MasyarakatManfaat Dana Desa bagi Petani Kopi Cupunagara
Selebihnya Anda sudah tahu: kapasitas stadion ini 50 ribu tempat duduk. Dulunya mau pindah. Dianggap kurang besar. Pemda Liverpool sudah setuju menyediakan lokasi.
Tapi akhirnya pilih membangun tambahan saja. Biayanya cukup Rp 2 triliun. Daripada membangun stadion baru yang Rp 5 triliun.
Liverpool di mata saya adalah hasil sukses dari sebuah sakit hati.
Jangan lupa: banyak orang sukses dengan dorongan sakit hati seperti itu.
Misalnya akibat konflik –dengan teman, keluarga, atau pun partner. Pun karena pernah dihina.