SUBANG–Dana desa (DD) memiliki andil besar untuk tumbuh dan berkembangnya kopi canggah, kopi khas dari Desa Cupunagara Kecamatan Cisalak.
Kepala Desa Cupunagara, Wahidin Hidayat mengatakan masyarakat di desanya sudah sejak lama berprofesi sebagai petani kopi. Namun sebelum adanya dana desa, banyak petani kopi di desanya yang masih belum memahami betul seperti apa cara yang benar dan tepat mengolah kopi, bahkan kerap sekali petani kopi di desanya mengalami kerugian.
Setelah adanya dana desa, menurut Wahidin barulah sedikit demi sedikit, petani kopi di desanya mengalami perubahan. Dimulai dengan didirikannya BUMDes, yang memanfaatkan biji kopi sebagai potensi alam di Desa Cupunagara, mulailah warga desa yang berprofesi sebagai petani kopi diberikan penyuluhan serta pelatihan bagaimana cara menanam kopi dan memetik biji kopi secara benar.
Baca Juga:Pengurus Masjid Iuran Rp 10.800, Ahli Waris dapat Santunan JKM Rp24 JutaWisata Edukasi Buah Nusantara
“Awalnya masyarakat menanam kopi jenis robusta, kurang lebih sejak tiga tahun belakangan. Melalui BUMDes masyarakat diberikan pelatihan untuk menanam jenis arabika, sekarang dari total kurang lebih sekitar 300 Hektar lahan yang ditanami kopi, 100 Hektarnya ditanam jenis kopi arabika,” jelasnya.
Dari sanalah titik awal kemajuan para petani kopi di daerah Cupunagara, dijelaskan Wahidin juga dari lahan tersebut, bisa dihasilkan 30 sampai 40 ton biji kopi gelondongan, yang ketika diolah itu berarti meghasilkan sekitar 10 ton green been per tahunnya.
Hasil panen para petani tersebut kemudian dibeli oleh BUMDes dengan harga yang lebih mahal ketimbang tengkulak, dan diolah hingga dikemas dengan branding kopi canggah, yang keberadaannya saat ini sudah dikenal di seluruh Indonesia.
“Kalau sekarang hasil dari petani itu dibeli oleh BUMDes. Dulu dibelinya sama tengkulak, makanya harganya juga jadi murah. Dan alahamdulilah hingga sekarang masih terus berkembang, mudah-mudahan juga bisa meningkatkan ekonomi masyarakat Desa hingga menjadi betul-betul madiri,” tambah Wahidin
Diakui oleh salah satu warga Cupunagara, Jajang Saripudin yang juga sekaligus sebagai petani kopi, menjelaskan bahwa hadirnya BUMDes sangat membantu petani kopi, khususnya pada bidang pemasaran hasil panen kopi. Sebelum adanya BUMDes, para petani kopi menjual hasil panennya pada para tengkulak dengan harga 5000 rupiah/Kg, sedangkan saat ini melalui BUMDes bisa mencapai 9000 rupiah/Kg.