Hanya Setahun Sekali Makan Sate
Mak Ili (42) warga Kampung Gandaria RT 16/08 Desa Nagrak Kecamatan Darangdan Purwakarta, mengaku sudah 1,5 tahun ini menjadi pengrajin pembuat penusuk sate, dengan baku bambu yang banyak ditemukan di sekitar rumahnya. Dibantu suaminya Bah Ili, (61), sehari-hari sepasang suami istri ini tak pernah henti menelisik satu demi satu bilah bilah bambu, yang biasa digunakan penusuk sate kambing.
LAPORAN: DAYAT ISKANDAR, Darangdan-Purwakarta
Hanya pisau untuk peruncing bambu dan sebuah ban dalam bekas, sebagai alat yang sangat sederhana yang digunakan. Ratusan bahkan ribuan penusuk sate siap jual, mampu diproduksi pasangan suami istri yang mengaku usaha kecil-kecilan itu dilakukanya. Sambil menanti hujan turun untuk kembali bertani.
“Ini mah usaha sambilan. Sambil menunggu musim tanam padi datang. Warga di sini kebanyakan membuat aneka kerajinan dari bambu, tapi yang terbanyak ya usaha membuat penusuk sate ini,” kata Mak Ili.
Dari hasil produksi yang dibuatnya, Mak Ili dan suaminya lalu menjual penusuk sate yang nantinya dikemas dalam ikatan paket sebanyak 200 pcs per ikat. “Bandar atau pengepul menghargakan setiap satu ikat paket penusuk sate isi 200 pcs seharga Rp2.250,- atau malau lebih rincinya seharga Rp 12,5, pcs penusuk,” terang Mak Ili.
Baca Juga:Musyawarah Ganti Rugi Lahan Patimban, Umumkan Perbaikan Data Bidang TanahSusun RKPDes, Desa Rawalele Gelar Musdes
Dalam sehari pasangan pengrajin penusuk sate ini mampu memproduksi antara 10 ikat hingga 15 ikat. “Produksi sebanyak itu, kalau diuangkan senilai Rp 22.500 – Rp 34.000. Waktu pengerjaan tak bisa dihitung jam, sebab terkadang dikerjakan hingga larut malam sambil menunggu kantuk menjelang,” tutur Mak Ili yang diamini suaminya.
Meski keahlianya hanya membuat penusuk sate, kedua pasangan ini mengaku sangat jarang makan sate kambing atau ayam. “Kalau makan mah seadanya aja pak orang hasilnya saja sehari cuma Rp 30.000, belum lagi dipakai beli kopi, karena si abahnya doyan kopi,” tutut Mak Ili.
Memasuki Idul Adha, Mak Ili mengaku marema, karena ada lonjakan penjualan. Selain itu sang bandar, kerap menyumbang kita daging kurban. “Saat itulah, bilah-bilah bambu penusuk sate ini kami pakai untuk makan sate kurban. Ya setahun sekali,” pungkasnya.