Oleh: Naimatus Tsaniyah
Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga
Ilmuan terkenal, Albert Einstein mengatakan “imagination is more important than knowledge.“ Teknologi saat ini merajai di berbagai bidang, tanpa kita sadari pada mulanya hanya sekedar imajinasi. Burung-burung yang bebas mengudara dan ikan-ikan yang berenang di dasar samudra menghidupkan imajinasi para pendahulu kita sehingga akhirnya terciptalah kapal terbang dan kapal selam sebagai buah teknologi.Oleh karena itu, imajinasi lebih penting dari pada teknologi.
Imajinasi, upaya dan kekuatan membangun pencitraan mental suatu objek yang belum pernah ada sebelumnya. Sebuah unsur kesengajaan dan perencanaan sedangkan kekuatan menimbulkan potensi-potensi internal manusia yang diberdayakan semaksimal mungkin, sehingga melejit dan berdaya. Bila tidak diberdayakan, maka potensi-potensi itu tidak akan tumbuh sebagai kekuatan. Terbukti, kreativitas pada sebagaian orang mandul, karena potensi yang dimilikinya mirip sebatang besi karatan yang belum berwujud pisau tajam sehingga tidak mampu mengiris-iris problem.
Ketika awal munculnya telefon genggam yang memiliki imajinasi tinggi untuk terus menampilkan desain baru yang lebih canggih dan menarik. Sebagai konsumen kita tergoda dan ingin berganti-ganti telepon, di satu sisi kita puas dan semakin bergengsi memiliki asesoris canggih. Di sisi lain produsen bertepuk tangan, mampu memperdaya dan mengeruk duit kita. Memang hanya orang kreatiflah yang mampu menaklukan dunia.
Studi berpikir kritis lazimnya dikaitkan dengan disiplin psikologi, seni, pendidikan, dan studi akademik lainnya. Studi ini dapat dikatakan sebagai cikal bakal kajian kreativitas dan wajar bila temuan-temuannya sangat bias terhadap disiplin-disiplin itu. Dalam perkembangan mutakhir, makna kreativitas dikembalikan kepada definisi umum, yakni kemampuan menghasilkan sesuatu yang baru. Dalam dunia bisnis misalnya, kreativitas diniati untuk mampu menghasilkan sesuatu yang baru.
Baca Juga:DPRD Kritisi Event Goyang KarawangWarga Minta Bupati Turun Tangan
Dalam dunia bisnis misalnya, kreativitas diniati untuk mampu menghasilkan kinerja unggul bagi pelanggan dan penanaman modal. Program-program MBA di universitas-universitas Amerika kini melihat perlunya mencantumkan kajian kreativitas dalam kurikulum mereka. Tujuannya adalah agar para pelaku bisnis Amerika khususnya mampu mengalahkan pebisnis lain di muka bumi ini.
Kreativitas itu dapat dibina, ditumbuhkan, dan ditemukan kembali, dan ini semua dapat dicapai melalui praktik pendidikan. Semua mata pelajaran seharusnya menumbuhkan daya kreativitas. Namun, kenyataanya tidak selalu demikian. Buku teks yang beredar, misalnya tidak eksplisit memberi petunjuk kepada guru bagaiamana berpikir kritis-kreatif dalam pelajaran tertentu.