Oleh: Rifki Zidani
Mahasisiwa UIN Sunan Kalijaga prodi Hukum Tata Negara
SUARA rakyat adalah suara tuhan begitulah pribahasa Latin mengatakan. Dalam beberapa minggu ini, begitu banyak aspirasi bersumber dari jalanan. Narasi kritik disuarakan dengan begitu lantang. Para mahasiswa dan rakyat bahu membahu dalam munantaskan reformasi yang telah dikorupsi. Ini pertanda, apakah demokrasi Indonesia hari ini sedang Baik atau buruk?.
Bagi kaum elite mungkin ia tetap baik-baik saja, tapi bagi para pejuang perlawanan akan apapun yang bernama penindasan dan ketidakadilan, demokrasi sedang genting dan segera membutuhkan pertolongan, agar negara ini tidak memberlakukan sistem yang berkedok demokrasi tapi perilaku pemerintahannya layaknya tiran yang represif dan egois pada kepentingan individu atau kelompok masing-masing. Bukan tanpa alasan demokrasi tidak sedang baik-baik saja. Polemik yang diciptakan dengan kebijakan-kebiajkan pemerintah baik ekskutif atau legislatif sudah menjadi pengetahuan umum, tinggal bagaimana publik memberikan penilaian.
Baca Juga:Bantah RPJMD Hasil Plagiat, Bappeda Akui Human ErorKekeringan, Petani Mengadu ke DPRD
Dimulai dengan lembaga KPK yang sarat dilemahkan secara sistemik, melalui menangnya capim KPK yang bermasalah, sampai revisi UU KPK yang terburu-buru disahkan sehinggah berakibat goyahnya independensi lembaga anti rasuah tersebut.
Selain hal tersebut, masih ada beberapa RUU yang kontradiktif dan terkesan tergesah-gesah disahkan oleh DPR RI. Di antaranya, RUU Minerba yang menurut Merah Johansyah anggota Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) cacat secara komposisi dan hanya memfasilitasi pengusaha dan industri pertambangan tanpa memperhatikan kepentingan rakyat.
Dilanjutkan dengan RUU Pertanahan yang mempunyai kendala dan bertentangan dengan UUPA Nomer 05 tahun 1960 secara subtansial. Meskipun dalam konsiderennya RUU Pertanahan hanya pelengkap, tapi beberapa pasal akan memuluskan langkah para investor mendominasi tanah rakyat, seperti perpajangan Hak Guna Usaha (HGU) sampai 90 tahun yang hanya berfokus pada pemodal skala besar. RUU Ketanakerjaan juga mempunyai banyak pasal disoroti oleh serikat buruh sebab berindikasi keterkekangan dalam bekerja bagi kaum buruh. Puncaknya adalah revisi RKHUP sebagai induk dari hukum pidana yang beberapa pasalnya cenderung hegemonik.
Beberapa uraian dari produk hukum tersebut akan rentan menjadi kendala dalam mengukuhkan demokrasi yang efektif. Akibat yang akan dirasakan oleh masyarakat, khususnya kelas bawah adalah mengkikisnya nila-nilai kebebasan yang menjadi haknya baik secara individu atau kelompok.