“Gas melon adalah gas bersubsidi dan hanya untuk warga kurang mampu atau warga kategori miskin. Bagi warga yang penghasilan di atas Rp1,5 juta dilarang menggunakan gas bersubsidi, termasuk pegawai negeri,” kata Anne pada pertemuan di Pemda.
Pernyataan itu disepakati oleh para pemilik pangkalan. Meskipun sempat terjadi perdebatan antara Bupati dan Pemilik Pangakan Elpiji 3 Kg karena kebijakannya menurunkan harga eceran tertinggi (HET) yang sebelumnya Rp16.500 menjadi Rp 16.000 per tabung.
Anne menyebutkan, jumlah warga miskin di wilayahnya sekitar 75 ribu kepala keluarga (KK). Jika merujuk pada kuota Elpiji 3 kg yang mencapai 650 ribu tabung per bulan, seharusnya itu mencukupi untuk kebutuhan gas warga kurang mampu.
“Kalau melihat data, asumsinya kan harusnya cukup. Tapi kenapa selama ini sering terdengar ada warga miskin tak kebagian gas bersubsidi?” kata Anne.
Anne menambahkan, pendistribusian gas melon ini kerap salah sasaran. Sehingga, tak jarang masyarakat miskin tidak bisa menikmati barang subsidi tersebut. Menurutnya, selama pengawasannya tidak tegas, persoalan ini tak kunjung selesai.
“Menurut saya, masalahnya satu. Selama ini, agen dan pangkalan tak memiliki data warga miskin, sehingga gas bersubsidi ini bisa seenaknya dijual secara terbuka,” ucapnya.
Baca Juga:Ketua KNPI dan Ulama Apresiasi Kinerja TNI-PolriGuru PAI Dituntut Kuasai Teknologi Informasi
Anne juga menegaskan, pihaknya akan menindak tegas oknum pangkalan, agen dan pengecer yang selama ini melakukan praktik nakal. “Misalnya, masih menjual gas subsidi kepada bukan peruntukannya,” kata Anne.(add/mas/vry)