Dengan masih banyaknya PR, dia mengharapkan, di periode ini, Jokowi bisa menuntaskan PR yang masih banyak serta bekerja lebih keras dari kepemimpinannya di periode pertama (2014-2019). “Angka-angka itu masih tinggi terbayang di luar Pulau Jawa seperti apa. Jadi intinya, masih banyak PR yang harus membuat Pak Jokowi bekerja lebih keras lagi,” tegasnya.
Disinggung soal dampak dari memilih jalur oposisi, dia menegaskan, berdasarkan logika koalisi dan oposisi, hanya berlaku pada level pusat yakni, kekuasaan di eksekutif, legislatif, dan yudikatif sehingga urusan politik tidak akan berdampak ke daerah. “Saya rasa di daerah tidak akan ngaruh koalisi atau oposisi di suasana politik di tingkat Bandung Barat atau mungkin Provinsi Jawa Barat secara umum,” jelasnya.
Meski demikian, dia menyatakan, pada kontestasi Pileg 2019, PKS memperoleh 8,21 persen suara (11.493.663 suara) namun keputusan menjadi oposisi bukan karena angka atau kursi melainkan niat baik untuk mengoreksi jalannya pemerintahan, check and balances, serta niat baik untuk mengawasi.
Perkara angka dan berapa pun jumlah kursi tidak akan menjadi persoalan karena yang terpenting adalah menyuarakan kehendak masyarakat yang menitipkan suaranya kepada PKS. “Ini untuk memenuhi demokrasi, memenuhi logika demokrasi, pendidikan demokrasi, jadi tidak ada kaitannya dengan jumlah angka dan lain-lain sepanjang kita konsisten sebagai check and balances, menjadi pengawas, penyeimbang kekuatan eksekutif,” pungkasnya.(eko/sep)