Revolusi Industri 4.0
Konsep ini pertama kali digunakan publik dalam pameran industri Hannover Messe di kota Hannover, Jerman di tahun 2011. Revolusi Industri 4.0 adalah tren di dunia industri yang mengkombinasikan dua teknologi yaitu otomatisasi dan siber. Pada tahap ini teknologi manufaktur sudah masuk pada tren otomatisasi dan pertukaran data. Hal tersebut mencakup sistem siber-fisik, internet of things (IoT), cloud computing, dan cognitive computing. Banyak pola kehidupan manusia berubah akibat tren ini, dunia kerja, perekonomian hingga gaya hidup seperti munculnya inovasi-inovasi baru yang bisa menyerap banyak tenaga kerja dan menimbulkan efek domino perkembangan ekonomi bahkan pola pikir di masyarakat seperti transportasi dengan sistem “ride-sharing” Go-jek dan Grab. Tentu saja hal ini tidak pernah terpikirkan sebelumnya yang setidaknya memberi solusi bagi masyarakat indonesia ditengah melambatnya pertumbuhan ekonomi global.
Revolusi Industri 4.0 peluang sekaligus tantangan
Perubahan berbagai aspek kehidupan manusia adalah suatau keniscayaan seiring dengan revolusi dan perkembangan teknologi yang terjadi. Memang perubahan seringkali diiringi banyak dampak negatif dan menimbulkan masalah-masalah baru. Namun, perubahan juga selalu bisa membawa masyarakat ke arah yang lebih baik. Menghadapi tren Revolusi Industri 4.0 salah satu faktor terpenting adalah pengelolaan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) sebagai faktor kunci dalam keberhasilan suatu negara. Dengan kata lain pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan SDM yang siap bersaing di era global di tunjang dengan kepemimpinan dan keterampilan akan menambah daya tahan menghadapi tren transformasi teknologi yang kian cepat. Menurut informasi dari World Economic Forum ada 10 keterampilan yang dibutuhkan seseorang menghadapi Revolusi Industri yaitu : pemecahan masalah yang kompleks, berpikir kritis, kreativitas, manajemen orang, koordinasi dengan orang lain, kecerdasan emosional, penilaian dan keputusan, oreintasi pada layanan, negoisasi dan fleksibiltas kognitif. Perubahan sikap untuk keluar dari “comfort zone” tentu saja perubahan itu akan semakin besar pengaruhnya jika dilakukan secara bersama-sama dengan semua pihak. Revolusi industri 4.0 bukanlah suatu kejadian yang menakutkan, meskipun kekhawatiran Einstein ini mulai terbukti dengan hilangnya batasan manusiawi. Jadi tak heran bila saat itu, Einstein pernah mengatakan kalau kemajuan teknologi bagaikan kapak di tangan seorang penjahat patologis (ilmu kedokteran di bidang analisa tubuh). Selain mampu “mengobati penyakit” di dalam tubuh perindustrian secara efektif, namun teknologi juga bisa menjadi “pembunuh” bagi manusia bila tak ikut berlari lebih cepat dari perkembangannya. Namun sebaliknya Revolusi Industri justru membuka peluang yang semakin luas bagi semua anak bangsa tidak hanya bagi dirinya, komunitas bahkan masyarakat dunia untuk berkontribusi terhadap perkembangan teknologi yang lebih beradab dan manusiawi.(*)