LEMBANG-Meski kini statusnya level 1 normal, warga Desa/Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang tetap khawatir dengan naiknya aktivitas Gunung Tangkuban Parahu yang bisa kembali meletus tiba-tiba.
Desa Ciater masuk ke dalam kawasan rawan bencana (KRB) karena hanya berjarak sekitar 4,5 kilometer dari pusat kawah. Pada saat erupsi tiga bulan lalu, hembusan abu vulkanik tipis telah sampai ke pemukiman warga.
Untuk mencegah keresahan, sekelompok warga sudah membentuk wadah Desa Siaga Bencana (Destana). Selain memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang bahaya bencana, mereka juga membangun budaya siap siaga menghadapi bencana alam.
Baca Juga:Manfaat Dana Desa untuk Pembangunan, Tingkatkan Infrastruktur dan EkonomiRDTR Kota Baru Patimban Masih di Bahas
“Aktivitas gunung tidak bisa diprediksi, bahaya tetap mengintai warga walaupun sekarang statusnya normal karena wilayah kita tepat berada di punggung Tangkuban Parahu,” ujar Ketua Destana Ciater, Pupu Juansyah ditemui di Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jumat (1/11).
Upaya yang dilakukan pihaknya untuk mencegah timbulnya korban, di antaranya dengan pemasangan jalur evakuasi dan pengenalan risiko bencana yang melibatkan banyak warga. Meski baru terbentuk tiga bulan, diakuinya, warga sangat merespon upaya serta langkah yang telah dilakukannya ini.
Disamping dampak letusan gunung berapi, dia melanjutkan, ancaman lain yang mengintai warga pada saat musim hujan adalah longsor, gerakan tanah dan gempa bumi serta kebakaran hutan saat musim kemarau.
“Kita sudah mengundang para ahli di bidangnya untuk memberikan pembekalan keilmuan kepada anggota Destana seperti dari pihak Vulkanologi, Walhi, Geologi dan lainnya. Bencana tidak tahu kapan akan terjadi, namun minimal kita dapat mengurangi resiko bencana,” bebernya.
Menurut dia, Destana akan memberikan rasa nyaman bagi warga Desa Ciater yang jumlahnya sekitar 7 ribu jiwa dengan mempersiapkan mereka supaya tidak panik. Sebab, mereka sudah mempersiapkan diri dan paham harus bagaimana bila terjadi bencana.
“Intinya, kita harus berpihak pada kelompok rentan seperti balita, manula dan warga disabilitas untuk segera diselamatkan pada saat bencana. Sebisa mungkin, kita langsung bergerak bilamana bencana itu terjadi,” jelasnya. (eko/sep)