Dua tahun lalu, mendadak hampir semua radio di Subang menyebut nama yang agak familiar. Tidak begitu asing di telinga. Menyebut-nyebut nama Ruhimat. Siapa dia?
Hanya beda satu huruf dengan Bupati Subang periode 1998-2003: ROHIMAT. Ditulis besar, agar mudah dibaca. Beda satu huruf.
Bupati Rohimat dinilai mampu memajukan Subang. Mengusung jargon: “Selalu Maju dan Berkembang”. Di Golkar Subang, ia menjadi Dewan Penasehat. Pituin Bandung yang ditugaskan menjadi Bupati Subang.
Baca Juga:Bupati dan Wabup Kompak Gorol Bersihkan Sungai CipanggilinganKUA Launching Kartu Nikah, Terintegrasi dengan Simkah Web
Entah karena mudah diingat, entah karena sudah bosen bupati dengan identitas latar belakang parpol, singkat cerita Ruhimat terpilih jadi Bupati Subang periode 2018-2023. Mengalahkan politisi Imas Aryumningsih dan kandidat yang diusung PDIP: Kombes Pol Dedi J.
Hingga kini, sebagian orang, terutama orang tua kadang masih menyebut bupati Ruhimat menjadi Bupati Rohimat.
Padahal antara Rohimat dan Ruhimat itu amat beda. Rohimat birokrat, Ruhimat pengusaha. Bagaimana hasil kepemimpinannya? Kita lihat nanti.
Sekarang baru menjelang satu tahun. Ibarat rumah, baru membangun fondasi. Ditandai dengan launching program. Saking banyaknya launching mendapat kritikan: bupati launching. Tidak apa-apa. Harus kebal kritik, tinggal dibuktikan.
Tapi, menjelang satu tahun pemerintahan Jimat-Akur, ada kemajuan apa yang dirasakan? Tulisan ini, bagian awal dari serangkaian catatan menjelang satu tahun Jimat-Akur.
Memang tidak mudah hanya mengukur kinerja dalam satu tahun. Kepala daerah diberi waktu lima tahun. Bagaimana mengukur dan ke mana arah kebijakannya?
Bisa dilihat dari kebijakan anggaran. Ke mana prioritas anggaran, untuk siapa, seberapa signifikan menopang kemajuan Subang. Apa bedanya dengan program infrastruktur era pemerintahan sebelumnya.
Baca Juga:Al-Muhajirin Banjir Prestasi Sepanjang OktoberPersib Bandung Tumbangkan Kalteng Putra
Sebab kalau hanya mengklaim anggaran infrastruktur naik, semua bupati bisa. Ya pasti naik, karena besaran APBD naik. Apalagi di era Ruhimat ini, pajak bumi dan bangunan (PBB) juga dinaikkan lebih dari 100 persen. Sama rasa, sama rata. Untuk yang kaya, juga miskin. Padahal perlu melakukan pendekatan distributif.
Baik? Tentu baik tujuannya. PAD naik, APBD naik. Kalau pendekatannya logika angka. Tapi ada yang diabaikan. Begitulah pengambilan keputusan, terkadang mengabaikan sisi lain.