Selanjutnya terkait perekrutan birokrat yang ada di kampus dibutuhkan regulasi yang ketat agar bisa dilakukan filtrasi untuk menekan masuknya eks atau simpatisan organisasi yang dilarang oleh pemerintah masuk dalam jajaran birokrat kampus. Terakhir terkait tindakan tegas oleh rektor terhadap oknum-oknum yang menyebarkan faham radikalisme di kampus , hal ini penting untuk memutus mata rantai penyebaran radikalisme di kampus.
Pada intinya, mahasiswa dan mahasiswi seharusnya bisa menyadari bahaya laten dari faham-faham radikalisme yang bisa mengancam keutuhan berbangsa dan bernegara. Indonesia terkenal dengan pluralismenya karena tidak terdiri dari satu suku, ras, dan agama saja, maka dari itu faham-faham yang ingin Indonesia berdasarkan satu agama saja justru bertentangan dengan konsepsi pancasila, karena pancasila dibuat untuk mencegah adanya dominasi salah satu pihak terhadap pihak lain agar tidak terjadi konflik antar warga negara. Jikalaun sudah terlanjur menerima informasi yang berupa faham-faham radikalisme, harus bisa mencari pembanding dari faham-faham yang lebih bersifat moderat, agar tidak terjebak egosentris kelompok-kelompok tertentu.
Karena sesungguhnya antara negara dan agama adalah satu bagian integral yang tidak bisa di pisahkan , simbiosis diantara keduanya yaitu negara butuh agama sebagai pembinaan akhlak dan agama butuh negara sebagai medium pelaksanaan peribadatan. Sikap toleransi terhadap suku , ras , dan agama lain juga jangan sampai terdegradasi karena itu penting sebagai bentuk implementasi dari nilai nilai keindonesiaan yang berasaskan bhinneka tunggal Ika. Jikalau sudah seperti itu , harmonisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara pasti akan terjalin. (*)